Tribuana (Bagian 8, Silsilah Keluarga Manikmaya) Ditulis oleh hery_wae 11:45 AM Kahyangan Suralaya kini bertambah ke-elokannya setelah Sanghyang Manikmaya Raja Tribuana mempersunting Dewi Uma putri Prabu Umaran dan Dewi Nurweni dari negeri Merut. Seperti ratna mutu manikam ditengah samudra biru, cahayanya gemerlapan bersinar menerangi Jonggring Salaka. Burung dan angin bernyanyi seirama dengan alunan gending lokananta yang mendayu sepanjang waktu dalam ruang kahyangan. Seperti juga titik-titik embun yang jatuh di dedauanan sebelum langit terbuka, menyongsong kehadiran sang fajar yang memberikan kehangatan pada ruang bumi. Generasi-generasi para dewa keturunan Hyang Manikmaya akan bermuasal dari sini untuk meramaikan kahyangan dan marcapada. Angin malam semilir berhembus berkelana membisikan keheningan peraduan dua insan yang sedang melintasi gelora asmara. Semerbak harum wewangian bunga kahyangan melengkapi rasa asyik dan masyuk, menimbulkan keinginan untuk dapat selalu merajut cinta dan kasih selamanya… kepada sang dewi yang memancarkan kebahagiaan. Beberapa kurun waktu setelah pernikahan mereka, Dewi Uma melahirkan seorang putra yang kelahirannya disertai bau harum semerbak diseluruh kahyangan Suralaya. Putra pertama ini diberi nama Batara Sambu yang memiliki sifat jujur dengan perbawa (perlambang) ‘awan’ (mega). Batara Sambu bersemayam di kahyangan Suwelagringging, ia menikah dengan Dewi Darmastuti putri dari Sanghyang Ismaya dengan Dewi Senggani. Dari pernikahannya dengan Dewi Darmastuti, Batara Sambu dikaruniai empat orang putra, antara lain adalah Batara Sambusa, Batara Sambawa, Batara Sambujana dan Batara Sambudana. Kelak dari salah satu putranya akan menurunkan raja-raja raksasa seperti Rahwana hingga Nirtakawaca yang akan diasuh oleh Hyang Antaga (Togog). Seiring berjalannya waktu, cinta kasih antara Hyang Manikmaya dan dewi Uma kembali menurunkan benih keturunan. Dewi Uma kembali melahirkan seorang putra, saat itu kelahiran putra kedua diawali dengan membuncahnya lahar panas Candradimuka hingga menyalakan kobaran api yang sangat besar dan dahsyat. Putra kedua itu lalu diberi nama Batara Brahma yang memiliki sifat semangat yang menyala-nyala dengan perbawa (perlambang) ‘api’. Ia bersemayam di kahyangan Tursina Geni (Daksina Geni). Batara Brahma menikah dengan tiga orang putri Sanghyang Nioya, mereka adalah Dewi Saci, Dewi Sarasyati dan Dewi Rarasyati. Dari perkawinannya dengan Dewi Saci, Batara Brahma dikaruniai dua orang putra, yaitu : Batara Maricibrama dan Batara Naradabrama. Sedangkan perkawinanya dengan Dewi Sarasyati dikaruniai lima orang putra, yaitu : Batara Bramanasa, Batara Bramasadewa, Batara Bramanasadara, Batara Bramarakanda, Batara Bramanaresi. Adapun putra dan putri Batara Brahma dengan Dewi Rarasyati adalah Dewi Bremani, Dewi Bramanisri, Batara Bramaniskala, Batara Bramanayara, Dewi Bramanista, Dewi Bramaniyari, Dewi Bramaniyodi, Batara Bramanayana, Batara Bramaniyata, Batara Bramanasatama, Dewi Bramanayekti, Dewi Bramaniyuta, Dewi Dresnala, Dewi Dreswati. Baca Juga • Tribuana (Bagian 10, Batara Kala) • Tribuana (Bagian 9, Dewi Uma menjadi raksesi) • Tribuana (Bagian 12) Waktu-waktu berikutnya Dewi Uma kembali melahirkan putranya yang ketiga. Pada saat itu kelahiran putra ketiga seiring dengan musim penghujan yang berkepanjangan. Putra ketiga ini diberi nama Batara Indra yang memiliki sifat rasa dengan perbawa (perlambang) ‘halilintar’. Batara Indra bersemayam di kahyangan Rinjamaya (kahyangan kaindran). Indra menikah dengan Dewi Wiyati putri Sanghyang Nioya, mereka dikaruniai putra dan putri, yaitu : Dewi Tara, Dewi Tari, Batara Citrarata, Batara Citragana, Batara Jayantaka, Batara Jayantara, Batara Harjunawangsa. Selanjutnya Dewi Uma kembali melahirkan lagi putranya yang keempat. Pada saat kelahiran putra keempat ini diiringi oleh angin prahara yang sangat dahsyat. Maka, putra keempat mereka beri nama Batara Bayu yang memiliki sifat daya atau kekuatan dengan perbawa (perlambang) ‘angin’. Batara Bayu bersemayam di kahyangan Panglawung, ia menikah dengan Dewi Sumi putri Batara Soma, cucu dari Sanghyang Pancaresi yang adalah keturunan Sanghyang Darmajaka (Darmakaya) kakak kandung Sanghyang Wenang. Perkawinan Batara Bayu dengan Dewi Sumi dikaruniai empat orang putra, yaitu : Batara Sumarma, Batara Sangkara, Batara Sadarma, dan Batara Bismakara. Setelah Hyang Manikmaya dan Dewi Uma beranak panak seperti layaknya manusia, maka mereka mendapat teguran dari Sanghyang Tunggal. Bahwa untuk menurunkan keturunan yang linuih, Hyang Manikmaya dan Dewi Uma tidak hanya melakukan olah asmara biasa, tapi harus menjalaninya dengan cara menempuh keheningan dengan menggunakan aji asmaracipta, asmaraturida, asmaragama. Hyang Manikmaya dan Dewi Uma menuruti nasehat Sanghyang Tunggal. Dari lelaku mereka lahirlah putra kelima yang diiringi oleh berbagai macam perubahan cuaca yang menimbulkan bencana alam seperti panas, hujan yang disertai petir, dan angin topan prahara yang sangat dahsyat. Peristiwa tersebut menimbulkan kembali membuncahnya lahar api Candradimuka. Putra kelima Hyang Manikmaya dan Dewi Uma diberi nama oleh Sanghyang Tunggal dengan nama Batara Wisnu yang memiliki sifat bijaksana, perbawanya adalah manunggalnya empat sifat, yaitu sifat jujur (Batara Sambu), semangat (Batara Brahma), rasa (Batara Indra), dan daya atau kekuatan (Batara Bayu). Batara Wisnu bersemayam di kahyangan Untarasegara, ia menikah dengan dua orang putri dari Batara Wismaka (putra kelima Sanghyang Pancaresi), mereka adalah dewi Sri Pujayanti (Dewi Laksmita) dan Dewi Sri Sekar (Dewi Laksmi). Dari Dewi Sri pujayanti (Dewi Laksmita), Batara Wisnu dikaruniai putra dan putri, yaitu : Batara Heruwiyana, Batara Ishawa, Batara Bhisawa, Batara Isnawa, Batara Isnapurna, Batara Madura, Batara Madudewa, Batara Madusadana, Dewi Srihuna, Dewi Srihuni, Batara Pujarta, Batara Panwanboja, Batara Sarwedi. Dari perkawinannya dengan Dewi Sri Sekar, Batara Wisnu dikaruniai tiga orang anak, yaitu : Batara Srigati (pendiri negara Purwacarita, ia menjadi raja Purwacarita bergelar Prabu Sri Mahapunggung), Batara Srinada (pendiri negara Wirata / Wirata kuno, ia menjadi raja Wirata bergelar Prabu Basurata), Dewi Srinadi. Putra ke-enam Dewi Uma dengan Hyang Manikmaya adalah Batara Gana (Ganesa). Peristiwa kelahirannya diawali saat Dewi Uma hamil, ia merasa sangat kaget dengan kehadiran gajah Erawati yang datang secara tiba-tiba. Gajah besar kendaraan Batara Indra itu dimaki-maki oleh Dewi Uma, karena kesal dan saking terkejutnya. Maka ketika lahir putra ke-enam Hyang Manikmaya dan Dewi Uma itu berwujud manusia gajah, tubuhnya berbentuk manusia, kepalanya berwujud gajah. Oleh Hyang Manikmaya diberinama Batara Gana (Ganesa). Selain Sanghyang Manikmaya, sebenarnya para sanghyang dan dewa lainnya juga berkembang menurunkan keturunan mereka, seperti Sanghyang Ismaya yang telah mempersunting seorang bidadari yang bernama Dewi Senggani, putri dari Sanghyang Wening (saudara kembarnya Sanghyang Wenang). Dari pernikahannya dengan Dewi Senggani, Hyang Ismaya dikaruniai sepuluh orang anak, diantaranya adalah Bathara Wungkuam, Bathara Tembora, Bathara Kuwera, Bathara Wrahaspati, Bathara Syiwah (bukan Shiwa), Bathara Surya, Bathara Chandra, Bathara Yama/Yamadipati, Bathara Kamajaya dan Bathari Darmastuti (istri Batara Sambu, putra Hyang Manikmaya). Sanghyang Senggana kakak kandung Dewi Senggani menurunkan keturunan yang berbentuk burung belibis. Sanghyang Nioya yang bersemayam di kahyangan Argamaya, menikah dengan Batari Darmastuti, yang masih kemenakannya sendiri. Sebab, Sanghyang Nioya adalah putra ke-empat dari Sanghyang Wenang, sedangkan Batari Darmastuti adalah putri Sanghyang Tunggal dari Dewi Dermani. Dari pernikahannya dengan Dewi Darmastuti, Hyang Nioya dikaruniai empat puluh satu orang anak. Salah seorang dari anak Hyang Nioya adalah Hyang Baruna, dan empat puluh lainnya adalah bidadari-bidadari yang akan dinikahkan dengan keturunan Hyang Manikmaya dan keturunan Hyang Ismaya. Dari sekian banyak putri Sanghyang Nioya yang dikenal dalam pedalangan diantaranya Dewi Warsiki yang merupakan salah satu pimpinan tujuh bidadari upacara di kahyangan, dan Dewi Urwaci, bidadari paling seksi di kahyangan dan menjadi kecintaan Hyang Manikmaya. Sanghyang Heramaya putra bungsu Hyang Wenang menikah dengan putri raja jin di perairan. Dari perkawinannya itu lahirlah seorang putra bernama Batara Gangga. Sanghyang Taya, adik dari Sanghyang Wenang juga telah berputra empat orang. Yang sulung bernama Sanghyang Parma, memiliki putra bernama Sanghyang Pramana. Putranya tersebut memiliki putri bernama Dewi Tappi yang menikah dengan raja jin penguasa bangsa binatang bernama Sanghyang Darampalan. Dari perkawinan itu lahir Batara Winata berwujud burung, Batara Agli berwujud musang, Batara Karpa berwujud kowangan, dan Batara Kowara berwujud sapi. Batara Narada putra Sanghyang Caturkaneka dari Shindu / Siddi Udaludal menikah dengan Dewi Wiyodi putri Sanghyang Pancaresi (adik kandung Sanghyang Caturkaneka). Dari pernikahannya itu dikaruniai dua orang anak, yaitu : Dewi Kanekawati dan Batara Malangdewa. Putri bungsu Sanghyang Wenang dengan Dewi Sahoti yang bernama Dewi Suyati menikah dengan Sanghyang Anantaswara dari Saptapertala (Saptabumi), mereka dikaruniai putra bernama Sanghyang Anantanaga (ular) dan menikah dengan Dewi Wasu (putri Sanghyang Nioya). Dari perkawinan Anantanaga dengan Dewi Wasu menurunkan seorang putra yang bernama Sanghyang Antaboga (Nagapasa), jadi Hyang Antaboga adalah keturunan ketiga dari Hyang Wenang. Catatan: Dalam catatan penulis, Sanghyang Wening dengan Sanghyang Hening berbeda. Sanghyang Wening adalah saudara kembar Sanghyang Wenang, sedangkan Sanghyang Hening (Nioya) adalah putra dari Sanghyang Wenang. Silsilah: Sanghyang Nurrasa dengan Dewi Sarwati mempunyai tiga orang putra yaitu, Sanghyang Darmajaka (Darmakaya), Sanghyang Wenang dan Wening (kembar), dan yang bungsu adalah Sanghyang Taya. Putra Sanghyang Wenang dengan Dewi Sahoti adalah : Sanghyang Tunggal, Sanghyang Hening (Nioya) dan Dewi Suyati. Catatan lainnya adalah nama Dewi Darmastuti ada dua, yang satu adalah Bathari Darmastuti putri Hyang Tunggal dengan Dewi Darmani, dan yang satu laginya adalah Dewi Darmastuti (Dewi Hastuti) putri Sanghyang Ismaya dengan Dewi Senggani. Sanghyang Antaga tidak menikah dan tidak memiliki keturunan di kadewatan Suralaya. Namun dalam cerita wayang sunda, Hyang Antaga setelah turun ke marcapada mempunyai seorang putra bernama Jakatamilung, tetapi tidak diketahui siapa ibunya.
Tribuana (Bagéan 8, Garis Kulawarga Manikmaya) Ditulis ku hery_wae 11:45 AM Kahyangan Suralaya ayeuna parantos langkung saé saatos Sanghyang Manikmaya Raja Tribuana nikah ka Déwi Uma, putri Prabu Umaran sareng Déwi Nurweni ti nagara Merut. Sapertos mutiara manik kualitas di tengah sagara biru, cahaya hérangna ngagurilep kana Jonggring Salaka. Manuk sareng angin nyanyi sajalan sareng musik lokananta mellow sadaya waktos di rohangan langit. Sapertos embun-embunan anu tumiba dina daun sateuacan langit muka, ngabagéakeun ayana subuh anu masihan kahaneutan rohangan bumi. Generasi déwa, turunan Hyang Manikmaya, bakal asalna ti dieu pikeun ngahirupkeun sawarga sareng marcapada. Angin peuting angin ngahiliwir ngumbara, ngiceupan tiiseun patembungan dua jalma anu ngalangkungan karep asmara. Seungit seungit kembang kahyangan ngalengkepan kabagjaan sareng kasedihan, nimbulkeun kahoyong pikeun salawasna ngajait cinta sareng cinta salamina ... ka dewi anu ngagencarkeun kabagjaan. Sababaraha waktos saatos kawin, Dewi Uma ngalahirkeun putra lalaki anu kalahiranna dibarengan ku bau seungit di panjuru Suralaya. Putra anu munggaran ieu dipasihan nami Batara Sambu anu ngagaduhan karakter jujur sareng perban 'awan' (mega) (simbol).Batara Sambu cicing di sawarga Suwelagringging, anjeunna nikah ka Dewi Darmastuti, putri Sanghyang Ismaya sareng Dewi Senggani. Tina nikahna ka Dewi Darmastuti, Batara Sambu dikaruniai opat putra, diantarana Batara Sambusa, Batara Sambawa, Batara Sambujana sareng Batara Sambudana. Engké, salah saurang putrana bakal nganteurkeun raja-raja raksasa sapertos Rahwana ka Nirtakawaca anu bakal diangkat ku Hyang Antaga (Togog). Nalika ngalangkungan waktos, cinta antara Hyang Manikmaya sareng dewi Uma balik deui pikeun ngasorkeun bibit katurunan. Dewi Uma deui ngalahirkeun putra lalaki, dina waktos éta kalahiran putra kadua dimimitian ku Candradimuka lava anu panas ngabeledug terang seuneu anu kacida gedéna sareng dahsyat. Putra anu kadua teras dipasihan nami Batara Brahma, anu ngagaduhan sipat sumanget ngabakar kalayan perban 'seuneu' (simbol). Anjeunna dumuk di surga Tursina Geni (Daksina Geni). Batara Brahma nikah ka tilu putri Sanghyang Nioya, nyaéta Déwi Saci, Déwi Sarasyati sareng Déwi Rarasyati. Tina nikahna ka Dewi Saci, Batara Brahma dikaruniai dua putra, nyaéta: Batara Maricibrama sareng Batara Naradabrama. Sedengkeun nikahna ka Dewi Sarasyati dikaruniai lima putra, nyaéta: Batara Bramanasa, Batara Bramasadewa, Batara Bramanasadara, Batara Bramarakanda, Batara Bramanaresi.Putra sareng putri Batara Brahma sareng Dewi Rarasyati nyaéta Dewi Bremani, Dewi Bramanisri, Batara Bramaniskala, Batara Bramanayara, Dewi Bramanista, Dewi Bramaniyari, Dewi Bramaniyodi, Batara Bramanayana, Batara Bramaniyata, Batara Bramanasatama, Dewi Bramanayekti, Dewi Bramaniyuta, Dewi Dresnala, Dewi. Dreswati. Baca ogé Tribuana (Bagéan 10, Batara Kala) • Tribuana (Bagéan 9, Dewi Uma janten raksesi) Tribuana (Bagéan 12) Waktos salajengna Dewi Uma ngalahirkeun putrana anu katilu deui. Dina waktos éta kalahiran putra katilu dibarengan ku usum hujan anu berkepanjangan. Putra katilu ieu dipasihan nami Batara Indra, anu ngagaduhan ciri rasa ku 'halilintar' (simbolik). Batara Indra dumuk di sawarga Sunda borrowaya (surga kaindran). Indra nikah ka Déwi Wiyati, putri Sanghyang Nioya, aranjeunna dikaruniai putra sareng putri, nyaéta: Déwi Tara, Déwi Tari, Batara Citrarata, Batara Citragana, Batara Jayantaka, Batara Jayantara, Batara Harjunawangsa. Teras Dewi Uma ngalahirkeun putrana anu kaopat deui. Waktos lahirna putra kaopat ieu dibarengan ku angin anu bengis pisan. Janten, putra kaopatna masihan nami Batara Bayu, anu ngagaduhan sifat kakuatan atanapi kakuatan kalayan andalannya (simbol) 'angin'.Batara Bayu dumuk di surga Panglawung, anjeunna nikah ka Dewi Sumi, puteri Batara Soma, putu Sanghyang Pancaresi anu turunan Sanghyang Darmajaka (Darmakaya), lanceukna Sanghyang Wenang. Nikah Batara Bayu sareng Dewi Sumi dikaruniai opat putra, nyaéta: Batara Sumarma, Batara Sangkara, Batara Sadarma, sareng Batara Bismakara. Saatos Hyang Manikmaya sareng Dewi Uma ngagaduhan murangkalih sapertos manusa, aranjeunna nampi peringatan ti Sanghyang Tunggal. Yén dina raraga turun katurunan anu ngahégak, Hyang Manikmaya sareng Déwi Uma henteu ngan ukur latihan roman biasa, tapi kedah hirup ngalangkungan tiiseun ku ngagunakeun aji asmaracipta, asmaraturida, asmaragama. Hyang Manikmaya sareng Dewi Uma nuturkeun naséhat Sanghyang Tunggal. Tina jalu aranjeunna lahir putra kalima anu dibarengan ku sababaraha jinis perubahan cuaca anu nyababkeun bencana alam sapertos panas, hujan dibarengan ku kilat, sareng angin topan anu pohara kuat. Kajadian ieu nyababkeun letusan lava seuneu Candradimuka deui. Putra ka lima ti Hyang Manikmaya sareng Dewi Uma dingaranan Sanghyang Tunggal kalayan nami Batara Wisnu anu gaduh karakter wijaksana, mawa ngan hiji-hijina opat sipat, nyaéta jujur (Batara Sambu), sumanget (Batara Brahma), raos (Batara Indra ), sareng kakuatan atanapi kakuatan (Batara Bayu).Batara Wisnu dumuk di sawarga Untarasegara, anjeunna nikah ka dua putri Batara Wismaka (putra kalima Sanghyang Pancaresi), aranjeunna nyaéta déwi Sri Pujayanti (Dewi Laksmita) sareng Déwi Sri Sekar (Déwi Laksmi). Ti Dewi Sri Pujayanti (Dewi Laksmita), Batara Wisnu dikaruniai putra sareng putri, nyaéta: Batara Heruwiyana, Batara Ishawa, Batara Bhisawa, Batara Isnawa, Batara Isnapurna, Batara Madura, Batara Madudewa, Batara Madusadana, Dewi Srihuna, Dewi Srihuni, Batara Pujarta, Batara Panwanboja, Batara Sarwedi. Tina nikahna ka Dewi Sri Sekar, Batara Wisnu dikaruniai tilu murangkalih, nyaéta: Batara Srigati (pangadeg nagara Purwacarita, anjeunna janten raja Purwacarita kalayan gelar Prabu Sri Mahapunggung), Batara Srinada (pangadeg Wirata kuno / Nagara Wirata, anjeunna janten raja Wirata kalayan gelar Prabu Basurata.), Dewi Srinadi. Putra ka genep Déwi Uma sareng Hyang Manikmaya nyaéta Batara Gana (Ganesha). Kajadian kalahiranana dimimitian nalika Dewi Uma hamil, anjeunna kaget pisan ku ayana gajah Erawati anu ujug-ujug datang. Gajah ageung, kendaraan Batara Indra, dilaknat ku Dewi Uma, kusabab anjeunna kesel sareng kaget pisan. Maka nalika ngalahirkeun putra ka genep Hyang Manikmaya sareng Dewi Uma, anjeunna dina bentuk gajah manusa, awakna dina bentuk manusa, sirahna dina bentuk gajah. Ku Hyang Manikmaya nami éta Batara Gana (Ganesha).Salian ti Sanghyang Manikmaya, saleresna sanghyangs sareng déwa anu sanés ogé ngembangkeun katurunan na, sapertos Sanghyang Ismaya anu nikah ka malaikat anu dingaranan Dewi Senggani, putri Sanghyang Wening (adi kembar Sanghyang Wenang). Tina nikahna ka Dewi Senggani, Hyang Ismaya dikaruniai sapuluh anak, kalebet Bathara Wungkuam, Bathara Tembora, Bathara Kuwera, Bathara Wrahaspati, Bathara Syiwah (sanés Siwa), Bathara Surya, Bathara Chandra, Bathara Yama / Yamadipati, Bathara Kamajaya sareng Bathari Darmastuti (Istri Batara Sambu, putrana Hyang Manikmaya). Sanghyang Senggana, duduluran Dewi Senggani, ngalahirkeun turunan anu bentukna grouse. Sanghyang Nioya, anu dumuk di sawarga Argamaya, nikah ka Batari Darmastuti, anu masih kénéh kaponakan lalaki sorangan. Kusabab, Sanghyang Nioya mangrupikeun putra kaopat Sanghyang Wenang, sedengkeun Batari Darmastuti mangrupikeun puteri Sanghyang Tunggal ti Déwi Dermani. Tina nikahna ka Dewi Darmastuti, Hyang Nioya dikaruniai opat puluh hiji murangkalih. Salah sahiji putra Hyang Nioya nyaéta Hyang Baruna, sareng opat puluh anu sanésna nymphs anu bakal nikah sareng katurunan Hyang Manikmaya sareng katurunan Hyang Ismaya.Tina seueur putri Sanghyang Nioya anu dikenal dina pawayangan, kalebet Déwi Warsiki anu mangrupikeun salah saurang pamimpin ti tujuh malaikat upacara di sawarga, sareng Dewi Urwaci, malaikat paling seksi di sawarga sareng cinta urang Hyang Manikmaya. Sanghyang Heramaya, putra bungsu Hyang Wenang, nikah ka putri raja jin di perairan. Tina perkawinan ieu, lahir putra anu namina Batara Gangga. Sanghyang Taya, lanceukna Sanghyang Wenang, ogé ngagaduhan opat putra. Anu cikal namina Sanghyang Parma, ngagaduhan putra anu namina Sanghyang Pramana. Putra ngagaduhan putra awéwé anu namina Dewi Tappi anu nikah ka raja jin, penguasa bangsa sato, namina Sanghyang Darampalan. Tina perkawinan ieu lahir Batara Winata dina bentuk manuk, Batara Agli dina bentuk wéasel, Batara Karpa dina bentuk kowangan, sareng Batara Kowara dina bentuk sapi. Batara Narada, putra Sanghyang Caturkaneka ti Shindu / Siddi Udaludal, nikah ka Dewi Wiyodi, putri Sanghyang Pancaresi (lanceukna Sanghyang Caturkaneka). Tina perkawinan anjeunna dikaruniai dua murangkalih, nyaéta: Déwi Kanekawati sareng Batara Malangdewa. Putri bungsu Sanghyang Wenang sareng Dewi Sahoti namina Dewi Suyati nikah ka Sanghyang Anantaswara ti Saptapertala (Saptabumi), aranjeunna ngagaduhan putra jenengan Sanghyang Anantanaga (oray) sareng nikah ka Dewi Wasu (putri Sanghyang Nioya).Tina perkawinan antara Anantanaga sareng Dewi Wasu, anjeunna ngalahirkeun putra anu namina Sanghyang Antaboga (Nagapasa), janten Hyang Antaboga mangrupikeun turunan katilu Hyang Wenang. Catetan: Dina catetan pangarang, Sanghyang Wening sareng Sanghyang Hening bénten. Sanghyang Wening mangrupikeun lanceuk kembaran Sanghyang Wenang, sedengkeun Sanghyang Hening (Nioya) nyaéta putra Sanghyang Wenang. Tangkal kulawarga: Sanghyang Nurrasa sareng Dewi Sarwati gaduh tilu putra, nyaéta, Sanghyang Darmajaka (Darmakaya), Sanghyang Wenang sareng Wening (kembar), sareng anu bungsu nyaéta Sanghyang Taya. Putra-putra Sanghyang Wenang sareng Déwi Sahoti nyaéta: Sanghyang Tunggal, Sanghyang Hening (Nioya) sareng Déwi Suyati. Catetan anu sanésna nyaéta aya dua nami Déwi Darmastuti, hiji nyaéta Bathari Darmastuti, putri Hyang Tunggal sareng Déwi Darmani, sareng anu sanésna Déwi Darmastuti (Déwi Hastuti), putri Sanghyang Ismaya sareng Déwi Senggani. Sanghyang Antaga teu kawin sareng teu ngagaduhan murangkalih di Suralaya Kadewatan. Nanging, dina carita wayang Sunda, Hyang Antaga, saatos sumping ka Marcapada, ngagaduhan putra anu namina Jakatamilung, tapi teu dipikaterang saha indungna.
Semua terjemahan yang dibuat di dalam TerjemahanSunda.com disimpan ke dalam database. Data-data yang telah direkam di dalam database akan diposting di situs web secara terbuka dan anonim. Oleh sebab itu, kami mengingatkan Anda untuk tidak memasukkan informasi dan data pribadi ke dalam system translasi terjemahansunda.com. anda dapat menemukan Konten yang berupa bahasa gaul, kata-kata tidak senonoh, hal-hal berbau seks, dan hal serupa lainnya di dalam system translasi yang disebabkan oleh riwayat translasi dari pengguna lainnya. Dikarenakan hasil terjemahan yang dibuat oleh system translasi terjemahansunda.com bisa jadi tidak sesuai pada beberapa orang dari segala usia dan pandangan Kami menyarankan agar Anda tidak menggunakan situs web kami dalam situasi yang tidak nyaman. Jika pada saat anda melakukan penerjemahan Anda menemukan isi terjemahan Anda termasuk kedalam hak cipta, atau bersifat penghinaan, maupun sesuatu yang bersifat serupa, Anda dapat menghubungi kami di →"Kontak"
Vendor pihak ketiga, termasuk Google, menggunakan cookie untuk menayangkan iklan berdasarkan kunjungan sebelumnya yang dilakukan pengguna ke situs web Anda atau situs web lain. Penggunaan cookie iklan oleh Google memungkinkan Google dan mitranya untuk menayangkan iklan kepada pengguna Anda berdasarkan kunjungan mereka ke situs Anda dan/atau situs lain di Internet. Pengguna dapat menyisih dari iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi Setelan Iklan. (Atau, Anda dapat mengarahkan pengguna untuk menyisih dari penggunaan cookie vendor pihak ketiga untuk iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi www.aboutads.info.)