Indonesia

adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak 59 km sebelah selatan Jakarta, dan wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kota Depok dan Kabupaten Bogor. Dahulu luasnya 21,56 km², namun kini telah berkembang menjadi 118,50 km² dan jumlah penduduknya 1.081.009 jiwa (2017). Bogor dikenal dengan julukan Kota Hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota Bogor terdiri atas 6 Kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 68 Kelurahan. Pada masa Kolonial Belanda, Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg (pengucapan: boit'n-zôrkh", bœit'-) yang berarti "tanpa kecemasan" atau "aman tenteram". Kedudukan geografi Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibu kota negara, Jakarta, membuatnya strategis dalam perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kebun Raya dan Istana Bogor merupakan tujuan wisata yang menarik. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak/Cianjur juga merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,5 km². Di kota ini juga mengalir beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di bawah permukaan dataran, yaitu: Ci (Sungai) Liwung, Ci Sadane, Ci Pakancilan, Ci Depit, Ci Parigi, dan Ci Balok. Topografi yang demikian menjadikan Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir alami. Abad kelima Sunting Bogor ditilik dari sejarahnya adalah tempat berdirinya Kerajaan Hindu Tarumanagara di abad ke lima. Beberapa kerajaan lainnya lalu memilih untuk bermukim di tempat yang sama dikarenakan daerah pegunungannya yang secara alamiah membuat lokasi ini mudah untuk bertahan terhadap ancaman serangan, dan di saat yang sama adalah daerah yang subur serta memiliki akses yang mudah pada sentra-sentra perdagangan saat itu. Namun hingga kini, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa arkeolog ternama seperti Prof. Uka Tjandrasasmita, keberadaan tempat dan situs penting yang menyatakan eksistensi kerajaan tersebut. Kerajaan Sunda Sunting Di antara prasasti-prasasti yang ditemukan di Bogor tentang kerajaan-kerajaan yang silam, salah satu prasasti tahun 1533, menceritakan kekuasaan Raja Prabu Surawisesa dari Kerajaan Sunda. Prasasti ini dipercayai memiliki kekuatan gaib dan keramat, sehingga dilestarikan sampai sekarang. Kerajaan Pajajaran memiliki pengaruh kekuasaan tidak hanya seluas Jawa Barat, Jakarta dan Banten tetapi juga mencakup wilayah Lampung. Kerajaan Sunda yang beribu kota di Pajajaran juga mencakup wilayah bagian selatan pulau Sumatra. Setelah Pajajaran diruntuhkan oleh Kesultanan Banten maka kekuasaan atas wilayah selatan Sumatra dilanjutkan oleh Kesultanan Banten.[2] Pakuan atau Pajajaran yang merupakan ibu kota pemerintahan Kerajaan Sunda (yang sering disebut juga sebagai Kerajaan Pajajaran sesuai nama ibu kotanya) diyakini terletak di Kota Bogor, dan menjadi pusat pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji I Pakuan Pajajaran) yang dinobatkan pada 3 Juni 1482. Hari penobatannya ini diresmikan sebagai hari jadi Bogor pada tahun 1973 oleh DPRD Kabupaten dan Kota Bogor, dan diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.[3] Zaman Kolonial Belanda Sunting Setelah penyerbuan tentara Banten, catatan mengenai Kota Pakuan hilang, dan baru ditemukan kembali oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada tahun 1687. Mereka melakukan penelitian atas Prasasti Batutulis dan beberapa situs lainnya, dan menyimpulkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran terletak di Kota Bogor. Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff membangun Istana Bogor seiring dengan pembangunan Jalan Raya Daendels yang menghubungkan Batavia dengan Bogor. Bogor direncanakan sebagai sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal. Dengan pembangunan-pembangunan ini, wilayah Bogor pun mulai berkembang. Setahun kemudian, van Imhoff menggabungkan sembilan distrik (Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga, dan Kampung Baru) ke dalam satu pemerintahan yang disebut Regentschap Kampung Baru Buitenzorg. Di kawasan itu van Imhoff kemudian membangun sebuah Istana Gubernur Jenderal. Dalam perkembangan berikutnya, nama Buitenzorg dipakai untuk menunjuk wilayah Puncak, Telaga Warna, Megamendung, Ciliwung, Muara Cihideung, hingga puncak Gunung Salak, dan puncak Gunung Gede. Kebun Raya Bogor Sunting Artikel utama: Kebun Raya Bogor Patung Wanita desa dipinggir kolam penghias Istana Bogor, oleh pematung Indonesia, Trubus Sudarsono. Ketika VOC bangkrut pada awal abad ke sembilan belas, wilayah nusantara dikuasai oleh Inggris di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Thomas Raffles yang merenovasi Istana Bogor dan membangun tanah di sekitarnya menjadi Kebun Raya (Botanical Garden). Di bawah Raffles, Bogor juga ditata menjadi tempat peristirahatan yang dikenal dengan nama Buitenzorg yang diambil dari nama salah satu spesies palem. Masa Hindia Belanda Sunting Setelah pemerintahan kembali kepada pemerintah Belanda pada tahun 1903, terbit Undang-Undang Desentralisasi yang menggantikan sistem pemerintahan tradisional dengan sistem administrasi pemerintahan modern, yang menghasilkan Gemeente Buitenzorg. Pada tahun 1925, dibentuk provinsi Jawa Barat (provincie West Java) yang terdiri dari 5 karesidenan, 18 kabupaten, dan kotapraja (stadsgemeente). Buitenzorg menjadi salah satu stadsgemeente. Masa Pendudukan Jepang Sunting Pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, pemerintahan Kota Bogor menjadi lemah setelah pemerintahan dipusatkan pada tingkat karesidenan. Masa kemerdekaan Sunting Pada tahun 1950, Buitenzorg menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1950.[4] Pada tahun 1957, nama pemerintahan diubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai Undang-Undang nomor 1 tahun 1957.[5] Kota Praja Bogor berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor, dengan Undang-Undang nomor 18 tahun 1965 dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1974.[6][7] Kotamadya Bogor berubah menjadi Kota Bogor pada tahun 1999 dengan berlakunya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999.[8] Wilayah Kota Bogor identik dengan ibukota kerajaan pajajaran Pakuan (1482) yang mana sampai saat ini masih masih banyak tempat-tempat yang disakralkan. Dan tentunya senjata Kujang yang mana merupakan senjata dari Prabu Siliwangi raja pajajaran menjadi ciri khas dari Kota Bogor. Secara geografis Kota Bogor merupakan bagian dari JawaBarat yang identik dengan Etnis Sunda, namun di Kota Bogor juga terdapat etnis tionghoa dan arab yang memberikan warna dalam keragaman budaya. Di kawasan Empang yang mana dikenal sebagai kawasan etnis arab, setiap tahun selalu melakukan acara peringatan maulid Nabi yang dihadiri oleh ribuan jemaah. Begitupun di kawasan Suryakencana atau kawasan pecinan selalu mengadakan kegiatan Cap Go Meh yang juga selalu meriah dengan dihadiri ribuan orang, baik itu warga Kota Bogor, wisatawan domestik hingga wisatawan mancanegara. OBJEK PEMAJUAN KEBUDAYAAN MANUSKRIP Ada beberapa manuskrip kuno yang masih tersimpan di Kota Bogor. Sebagian manuskrip dimiliki oleh individu dan tersimpan di rumah pemiliknya. Satu yang menjadi Icon Kota Bogor adalah Prasasti Batutulis (1533) sebagai bukti sejarah dari masa kerajaan pajajaran. Dan manuskrip yang lainnya berupa naskah kuno pada daun lontar dengan tulisan sansekerta yang dimiliki oleh bapak Asep serta Kitab Suci Al Quran yang di tulis tangan yang tersimpan di Mesjid Tua Al Mustofa di daerah Bantarjati Kaum Kelurahan Bantarjati Kecamatan Bogor Utara. TRADISI LISAN Tradisi lisan di Kota Bogor berbentuk sejarah lisan dan cerita rakyat. Tradisi lisan yang berkembang di masyarakat diantaranya Pantun Pacilong (Sejarah Bogor), Pantun Buhun, Sisindiran, jangjawokan dan Babasan. ADAT ISTIADAT Adat istiadat yang masih sering dilaksanakan di Kota Bogor diantaranya adalah Syukuran, Nujuh Bulan, Turun Taneuh, Marhaba, Rawi Mulud, Bubur Bodas Bubur Bubur Beureum, Ngabesan, Seserahan, Galudra Ngupuk, Ngahuma, Narawas, Ngaseuk, Ngunjab, Ngarayah, Haul, natus, dan lain sebagainya. RITUS Ritus yang masih dilakukan oleh masyarakat di Kota Bogor diantaranya adalah Babakti, Ngumbah Kujang, Pawai Obor, Puput Puser, Mahinum, Saweran, Ngureubkeun Bali, Hajat Bumi, Ruwatan, Tahlilan, Shalawatan dan lain sebagainya. PENGETAHUAN TRADISIONAL Pengetahuan tradisional di Kota Bogor diantaranya adalah makanan khas seperti Toge Goreng, Dodongkal, Laksa, Oli Jepret, Soto Mie, disamping pengobatan tradisional patah tulang dan Batik Bogor. TEKNOLOGI TRADISIONAL Teknologi tradisional di Kota Bogor diantaranya adalah Wuluku, Pembuatan Gong dan Pembuatan Kujang. SENI Kesenian yang terdapat di Kota Bogor diantaranya adalah Rengkong Hatong, Tari Tayub, Pantun Beton, Tari Serimpi, Ibing Silat, Keliningan, Kasidahan, Cador, Gondang, Jibrut, Wayang Bambu, Wayang Hihid, Lodong Bogoran, Langgir Badong, Tunggul Kawung, Celempungan dan lain sebagainya. BAHASA Ada beberapa bahasa yang hidup dan berkembang di Kota Bogor. Selain Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan Bahasa Sunda sebagai bahasa ibu, di kawasan kecamatan tanah sareal juga penduduknya menggunakan Bahasa Betawi Lor. PERMAINAN RAKYAT Permainan tradisional yang masih sering dijumpai di Kota Bogor diantaranya adalah Ayang-Ayang Gung, Bancakan, Babagongan, Beklen, Congklak, Dam Daman, Uucingan, Hahayaman, Ketepel, Bandring, Oray-orayan, Galah Asin, Lalayangan, Bebeletokan, Jiwalugong dan Lodong. OLAHRAGA TRADISONAL Olahraga tradisional diantaranya adalah Pencak Silat, Jajangkungan (Egrang), Balap Karung, Tarik Tambang, Kelom Batok, Rorodaan, Sumpit, Bedil Jepret, Gatrik, Bebentengan, Sorodot Gaplok, Gasing dan Babalonan. CAGAR BUDAYA Cagar Budaya di Kota Bogor diantaranya adalah Vihara Mahacetya Dhanagun, Situs Purwakalih, Prasasti Batu Tulis, Balaikota Bogor, Gedung Karisedanan, Gedung Blenong, Makam Raden Saleh, Kantor Pos Bogor, Gereja Zebaoth, Komplek Kapel Regina Pacis, Hotel Salak, Stasiun Kereta Api Bogor, dan lain sebagainya. Seni dan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita tentunya harus sama-sama kita jaga dan lestarikan agar kesenian yang telah diwariskan tidak menghilang begitu saja seakan tertelan bumi. kita pasti tidak mau andai kata nantinya cucu – cucu kiata hanya mengenal kesenian budayanya lewat buku atau gambar – gambar saja, tanpa mereka ketahui kesenian tersebut secara langsung atau real. maka dari itu kita harus restalikan dan jaga terus kesenian daerah khususnya daerah bogor dan daerah -daerah lainnya. Seni Tradisional yang terdapat di Kabupaten Bogor : 1 Kesenian Pedalangan Kec. Ciampea, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg,Ciriu, Jonggol, Parung 2 Kesenian Topeng Cikuda Kec. Gunung Sindur 3 Reog Kec. Gunung Sindur, Leuwiliang, Gunung Putri, Cariu, Ciomas, Cijeruk, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg 4 Calung Kec. Cibinong, Ciomas, Cibungbulang, Gunung Putri, Cariu, Klapanunggal, Rumpin, Parung, Cisarua, Nanggung, Sukaraja, Ciawi, Babakan Madang 5 Gondang Kec. Cibinong, Pamijahan 6 Kliningan Kec. Cariu, Ciampea, Nanggung, Cigudeg, Jonggol, Parung, Cileungsi, Cibungbulang 7 Barongsay Kec. Citeureup, Ciampea, Jonggol, Parung, Cibinong 8 Cibatokan Kec. Cibungbulang 9 Marawis Kec. Ciawi, Cisarua 10 Degung Kec. Cisarua, Ciawi, Cibinong, Cariu, Cileungsi, Jonggol, Gn.Putri, Cibungbulang, Lwliang, Parung, Parung, BBKmadang, Citeureup, Jasinga 11 Tari Klasik Kec. Cibinong 12 Rampak Gendang Kec. Cibinong, Dramaga 13 Angklung Gubrag Kec. Cibinong 14 Angklung Pentatonis Kec. Cibinong, Citeureup, Sukaraja, Ciawi 15 Pantun Beton Kec. Cariu 16 Kecapi Suling Kec. Cibinong, Ciawi, Cisarua, Parung, Cileungsi 17 Tembang Sunda Cianjuran Kec. Kemang, Ciawi 18 Tandjidor Kec. Kemang, BojongGede, Cijeruk, Citeureup, Lwliang, Parung, Cibinong 19 Jingprak Kec. Cibungbulang 20 Ajeng Kec. Cileungsi 21 Tari Jaipongan Kec. Cibinong, Dramaga, Cileungsi, Cariu, Jonggol, Cioma 22 Pencak Silat 35 Kecamatan 36 Qosidah 35 Kecamatan Kota Bogor merupakan salah satu kawasan di Tatar Sunda yang kaya akan sumber daya arkeologis dari berbagai periode budaya. Peninggalan-peninggalan tersebut antara lain berasaldari masa prasejarah hingga ke periode-periode budaya berikutnya, seperti masa klasik, masa Islam, serta dari masa pengaruh Eropa Persebaran lokasi penemuan peninggalan-peninggalan tersebut hampir tersebar di seluruh wilayah Bogor. Dari era prasejarah, tinggalan arkeologi yang sementara dapat sebagai bagian dari keprasejarahan kawasan Kota Bogor, diantaranya berasal dari tradisi budaya yang mulai tumbuh dan berkembang sejak masa bercocok tanam (Neolitik), yaitu berupa benda-benda dan bangunan yang berkaitan tradisi atau upacara yang berkaitan dengan pengagungan arwah leluhur, yaitu benda-benda dan bangunan yang termasuk dalam kelompok tradisi budaya megalitik. Di masa lalu menurut von Heine Geldern (1945), tradisi budaya ini disimpulkan masuk dan berkembang di kawasan Nusantara sejak 3000 tahun sebelum masehi dan kemudian terus berkembang menembus kurun waktu sejarah. Oleh karena panjangnya rentang perkembangan budaya ini, sehingga kemudian disebut sebagai tradisi budaya megalitik. Dalam sejarah perkembangan kebudayaan di Indonesia, di kawasan Bogor di masa lalu, juga pernah tercatat sebuah kerajaan kuno yang sangat mashur yang dikenal dengan sebutan “Pakwan Padjajaran”. Banyak terdapat dikemukan para ahli tentang kerajaan ini, di antaranya ada yang menyimpulkan bahwa kota Bogor di masa lalu merupakan bagian dari pusat Pakwan Padjadjaran”. Masa klasik di Kota Bogor di masa lalu tersebut dibuktikan dengan sejumlah temuan baik berupa prasasti maupun arca-arca batu yang mewakili masa klasik yang pernah berlangsung di masa lalu. Setelah itu, pengaruh budaya Islam dan Kolonial di kawasan Kota Bogor di masa lalu juga telah meninggalkan sejumlah tinggalan budaya materi. ASPEK NILAI TRADISIONAL : 1. Naskah Kuno ; 2. Permainan Rakyat ; 3. Engkapan Tradisional 4. Cerita Rakyat; 5. Upacara Adat Tradisional: perkawinan, kelahiran, pertanian ; 6. Arsitektur Tradisional Ekonomi Tradisional ; pertanian / peternakan ; 7. Organisasi Kemasyarakatan; struktur desa, pimpinan tradisional, pelapisan sosial/stratifikasi sosial ; 8. Pengetahuan Flora dan Fauna ; pertanian, obat-obatan, alam sekitar, kalender ; 9. Religi; Kepercayaan masyarakat setempat ;10. Teknonologi Tradisional; alat pertanian/bercocok-tanam ; 11. Kampung Rumah Adat; 12. Pola Pemukiman ; Pola Pemukiman di Pedesaan ; 13. Perubahan Budaya : perubahan sosial budaya ; 14. Hubungan antar Budaya; akulturasi budaya. Beberapa aspek nilai tradisi yang masih hidup di Kota Bogor yaitu : 1. Alat-alat permainan anak: 1. Mobil-mobilan dari jeruk bali 2. Kuda-kudaan dari pelepah pisang 3. Anggar dari kulit berenuk 4. Sepatu dari jantung pisang 5. Kolencer dari daun singkong 6. Paparahuan dari pelepah bambu 7. Telepon dari kaleng susu 8. Kalung dari daun singkong 9. Mahkota dari daun singkong 10. Obor dari pelepah papaya 11. Lodong 12. Bandring 13. Sumpit dari pelepah papaya 14. Bebelotokan 15. Bebedugan 16. Babalonan dari kembang wera 17. Miminyakan dari daun wera 2. Upacara Adat 1. Hotaman 2. Nyukuran 3. Ngabesan 4. Ngarukun; Ngeuyeuk seureuh 5. Nujuh Bulan 6. Tahlilan 7. Matangpuluhan 8. Natus 9. Haul 10. Mipit; sedekah di tempat /sawah 11. Ngagendeh 12. Ngarak Panganten 13. Tepak Seeng 14. Parebut Bakakak 3. Permainan Tradisional : 1. Galah Asin 2. Gatrik 3. Ucing Boy 4. Engrang 5. Oray-orayan 6. Main Panggal 7. Kasti 8. Congklak 9. Encleng 10. Hayam-hayaman 11. Ucing Sumput 12. Ucing Udag 13. Cik Cik Blug 14. Silanglang 15. Ciciputri 16. Dang dang dut 17. Ta-em-em 18. Siki Kupa 19. Suiten 20. Jepret-jepretan 21. Alung karet 22. Utik 23. Beklen 24. Enjot-enjotan 25. Kukudaan 26. Ucing Benteng 27. Gandong Buyung 28. Dampuh 29. Cicilikitikan 30. Kamarang Kamanting 31. Pluk-pluk Katipluk 32. Ja-Leu-Leu 33. Bulan Tok 34. Siki Karet 35. Ngalun 36. Kakapalan 37. Sosorodotan 38. Main Tali / Karet 39. Damdas 40. Ucang-ucang Angge Kondisi Benda Cagar Budaya di Kota Bogor ( Tinjauan Kewilayahan ) Seperti di ketahui Kota Bogor memiliki 6 Kecamatan yaitu : Bogor Tengah, Bogor Selatan, Bogor Utara, Bogor Timur dan Kecamatan Tanah Sareal.Di dalam kaitannya kecagar budayaan masing – masing Kecamatan memiliki nilai – nilai Budaya yang berhubungan dengan latar belakang perkembangan Sejarah.Dalam hal ini secara Periodesasi aspek Kesejarahan memiliki masa-masa tertentu yaitu : Masa Prasejarah, Klasik ( Hindu, Budha ) Islam/ Kerajaan – kerajaan Islam dan masa Kolonial.Perlu di catat di sini bahwa walaupun Jepang pernah menjajah kita sekitar 1942 – 1945 dan memiliki kurun waktu lebih dari 50 ( lima puluh ) tahun untuk salah satu kriteria yang tercantum didalam Undang – undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, namun belum ada dijumpai pengaruh nilai Budaya dari Penjajahan Jepang terhadap Benda Cagar Budaya, khususnya di Wilayah Bogor . A. Wilayah Kecamatan Bogor Tengah Di Wilayah ini banyak dijumpai bangunan bergaya Indis, tinggalan masa Kolonial, secara umum dampak bangunan tinggalan Belanda sepanjang Jalan Ahmad Yani, Jendral Sudirman, Ir H Juanda, Surya Kencana, Siliwangi sampai Sukasari.Selain itu di beberapa kawasan seperti Kelurahan Sempur, Babakan dan sepanjang Jalan Raya Pajajaran dari SMKN sampai Kampus IPB, Baranangsiang bangunan – bangunan bergaya Tropis Lokal, Internasional Style dan Art Deco, tampak dengan kokoh berdiri diantara bangunan – bangunan lama yang telah berubah baik Ekstrin maupun Strukturnya. B. Wilayah Bogor Selatan Berbeda dengan Wilayah Kecamatan yang banyak menampilkan bangunan bergaya Inggris, di Bogor Selatan cirri khas Tinggalan Sejarah adalah Situs – situs, Benda – benda Alam dan Kawasan yang berkaitan dengan Sejarah masa Kerajaan Sunda Pajajaran.Selain itu terdapat bangunan Rumah Tinggal paduan antara Indis dan Etnis Arab nama yang jelas di Wilayah ini, khususnya di Kelurahan Empang, Mesjid, Makam Keramat banyak di jumpai pula. C. Wilayah Bogor Barat Di Wilayah Kecamatan Bogor Barat, selain banyak dijumpai bangunan bergaya Indis seperti di Kecamatan Bogor Tengah, ciri khas yang menonjol adalah Bangunan Penelitian Tinggalan Belanda, antara lain Pusat Penelitian Kehutanan. Satu hal yang menarik Karya Arsitek F Silaban berupa Bangunan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (dahulu SPMA Bogor ) di jumpai di Wilayah ini yaitu di Jalan Cibalagung, Karya ini merupakan Bangunan Monumental, mengingat nama besar F Silaban sendiri, selanjutnya Bangunan ini merupakan bangunan pertama rancangan F Silaban yang terlaksana di Kecamatan Bogor Barat. D. Kecamatan Bogor Timur Tinggalan Kolonial berupa Bangunan – bangunan Indis, namun sangat kuat dengan ciri Art Deconya banyak dijumpai disepanjang Jalan Siliwangi. Bangunan – bangunan tersebut telah memberi cap Kota Bogor (terutama di kawasan Jalan Siliwangi – Jalan Sukasari ) sebagai Kota yang menggambarkan perjalanan Sejarah Arsitektur Barat Modern. Melalui deretan bangunan dapat disimak unsur – unsur Arsitektur Modern tersebut antara lain : Art Deco, De Stjle, Cubisme dan International Stjle. E. Wilayah Kecamatan Bogor Utara Kaitan dengan Sejarah Kolonial Belanda tidak terpisah dengan kehadiran Gubernur Willeim Herman Daendels dengan proyek Jalan Raya Pos, Jalan ini melintas antara penggalan Jalan Raya Bogor – Ciluar – Cibuluh sampai masuk Ir. H Juanda, Suryakencana, Sukasari sampai menuju arah Puncak – Cianjur. Di dekat Komplek Brimob, terdapat Jembatan buatan Belanda yang masih tampak sisa – sisanya berupa lengkungan bata merah yang masih tampak dan pilar tepi jembatan.Selanjutnya di Wilayah ini terdapat Situs Pemakaman Embah R. Kan’an, Pabrik Tapioka pertama di Bogor ( Pabrik Tapioka Setia ) dan sebuah bangunan Monumental di Kedung Badak yaitu Gardu Listrik PJKA yang kini digunakan Gudang Pustalasi PLN. F. Wilayah Kecamatan Tanah Sareal Tanah Sareal adalah berdiri saat pengembangan perluasan Kota Bogor secara Administrasi namanya masih Tanah Sareal.Di Wilayah ini terdapat Situs Embah Khaer ( dekat Komplek Dinas Kesehatan Kota Bogor ) banyak di jumpai Bangunan Bergaya Indis dan yang menarik adalah Komplek Rumah Potong Hewan yang kaya dengan corak dan bentuk Bangunan Indis pula . BUDAYA DI KOTA BOGOR Kota Bogor merupakan salah satu kawasan di Tatar Sunda yang kaya akan sumber daya arkeologis dari berbagai periode budaya. Peninggalan-peninggalan tersebut antara lain berasaldari masa prasejarah hingga ke periode-periode budaya berikutnya, seperti masa klasik, masa Islam, serta dari masa pengaruh Eropa Persebaran lokasi penemuan peninggalan-peninggalan tersebut hampir tersebar di seluruh wilayah Bogor. Dari era prasejarah, tinggalan arkeologi yang sementara dapat sebagai bagian dari keprasejarahan kawasan Kota Bogor, diantaranya berasal dari tradisi budaya yang mulai tumbuh dan berkembang sejak masa bercocok tanam (Neolitik), yaitu berupa benda-benda dan bangunan yang berkaitan tradisi atau upacara yang berkaitan dengan pengagungan arwah leluhur, yaitu benda-benda dan bangunan yang termasuk dalam kelompok tradisi budaya megalitik. Di masa lalu menurut von Heine Geldern (1945), tradisi budaya ini disimpulkan masuk dan berkembang di kawasan Nusantara sejak 3000 tahun sebelum masehi dan kemudian terus berkembang menembus kurun waktu sejarah. Oleh karena panjangnya rentang perkembangan budaya ini, sehingga kemudian disebut sebagai tradisi budaya megalitik. Dalam sejarah perkembangan kebudayaan di Indonesia, di kawasan Bogor di masa lalu, juga pernah tercatat sebuah kerajaan kuno yang sangat mashur yang dikenal dengan sebutan “Pakwan Padjajaran”. Banyak terdapat dikemukan para ahli tentang kerajaan ini, di antaranya ada yang menyimpulkan bahwa kota Bogor di masa lalu merupakan bagian dari pusat Pakwan Padjadjaran”. Masa klasik di Kota Bogor di masa lalu tersebut dibuktikan dengan sejumlah temuan baik berupa prasasti maupun arca-arca batu yang mewakili masa klasik yang pernah berlangsung di masa lalu. BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH DI KOTA BOGOR Budaya dan Bahasa Sunda Terancam Hilang di Bogor SEBUAH pementasan wayang golek digelar di Gedung Kemuning Gading di lingkungan Pemkot Bogor, Sabtu (29/5) lalu untuk memperkenalkan budaya Sunda yang mulai terlupakan. Sejumlah kalangan menilai dalam waktu beberapa tahun ke depan, budaya dan bahasa Sunda bisa hilang di Kota Bogor karena tergerus perkembangan zaman.* BOGOR, (PRLM).- Sejumlah kalangan, khususnya para pengamat dan budayawan yang ada di Kota Bogor mengkhwatirkan dalam lima tahun ke depan budaya, khususnya bahasa Sunda yang ada akan hilang atau punah ditelan perkembangan zaman. Bahkan para pengamat dan budayawan menilai kepunahan ini akan jauh lebih cepat terjadi, jika tidak ada upaya-upaya serius dari semua pihak untuk kembali melestarikan budaya Sunda di tengah masyarakat Kota Bogor. Demikian dikatakan pengamat budaya Kota Bogor, Eman Sulaiman, Senin (30/5). "Sebagai orang tua, saya sangat miris dan khawatir melihat perkembangan yang terjadi dengan masyarakat Bogor saat ini. Bayangkan, apa yang akan terjadi jika saat ini saja para remaja kita sudah mulai tidak bangga dengan jati diri mereka sebagai orang Sunda," kata Eman. Ironisnya lagi, lanjut Eman, para orang tua di Bogor juga tidak bangga saat melihat anak-anak mereka belajar tentang bahasa dan budaya Sunda. "Sebab, sekarang banyak para orang tua di Bogor sendiri yang jauh lebih bangga jika anak-anak mereka itu mampu menguasai bahasa atau budaya luar," lanjutnya. Melihat fakta dan fenomena yang terjadi ini, lanjut Eman, tidak mustahil jika kepunahan bahasa dan budaya Sunda dari tanah Bogor akan terjadi lebih cepat dari waktu yang telah dia perkirakan. "Dalam berbagai tulisan dan kesempatan, saya pernah sampaikan, bahwa waktu lima tahun itu mungkin saja akan jauh lebih cepat, jika mulai saat ini kita sebagai orang Bogor sendiri tidak peduli dan kembali melestarikan budaya Sunda sebagai warisan berharga dari para lelulur di Bogor," ucap Eman. Untuk itu, Eman mengajak orang Sunda di Bogor untuk bersama-sama memikirkan, sekaligus berbuat nyata demi melestarikan kembali budaya dan bahasa Sunda yang terancam punah itu. "Pengaruh budaya modern saat ini sungguh luar biasa. Tapi orang Sunda harus mampu mempertahankan budaya dan jati diri kita sendiri," katanya. Sementara itu, Ketua Persatuan Pewayangan Indonesia Kota Bogor, Shahlan Rasyidi mengatakan pihaknya tengah berupaya untuk mengenalkan kembali budaya Sunda terutama wayang kepada generasi muda. "Selama ini, dengan konsep yang disesuaikan, anak muda ternyata senang juga dengan wayang," kata Shahlan. Menurut dia, banyak karakter pewayangan yang bisa dicontoh dan mempunyai filosofi yang sangat tinggi. Dalam kurun waktu hampir setahun ini sudah sekitar 60 sekolah yang menjadi sasaran pengenalan kembali wayang. "Meski, sosialisasi yang kita terapkan belum sampai pada pagelaran secara penuh. Hal ini supaya generasi muda tertarik dulu, jangan sampai bosan duluan," Hampir secara umum penduduk Bogor mempunyai keyakinan bahwa Kota Bogor mempunyai hubungan lokatif dengan Kota Pakuan, ibukota Pajajaran. Asal-usul dan arti Pakuan terdapat dalam berbagai sumber. Di bawah ini adalah hasil penelusuran dari sumber-sumber tersebut berdasarkan urutan waktu: Naskah Carita Waruga Guru (1750-an). Dalam naskah berbahasa Sunda Kuna ini diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran didasarkan bahwa di lokasi tersebut banyak terdapat pohon Pakujajar. K.F. Holle (1869). Dalam tulisan berjudul De Batoe Toelis te Buitenzorg (Batutulis di Bogor), Holle menyebutkan bahwa di dekat Kota Bogor terdapat kampung bernama Cipaku, beserta sungai yang memiliki nama yang sama. Di sana banyak ditemukan pohon paku. Jadi menurut Holle, nama Pakuan ada kaitannya dengan kehadiran Cipaku dan pohon paku. Pakuan Pajajaran berarti pohon paku yang berjajar ("op rijen staande pakoe bomen"). G.P. Rouffaer (1919) dalam Encyclopedie van Niederlandsch Indie edisi Stibbe tahun 1919. Pakuan mengandung pengertian "paku", akan tetapi harus diartikan "paku jagat" (spijker der wereld) yang melambangkan pribadi raja seperti pada gelar Paku Buwono dan Paku Alam. "Pakuan" menurut Fouffaer setara dengan "Maharaja". Kata "Pajajaran" diartikan sebagai "berdiri sejajar" atau "imbangan" (evenknie). Yang dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar atau seimbang dengan Majapahit. Sekalipun Rouffaer tidak merangkumkan arti Pakuan Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan bahwa Pakuan Pajajaran menurut pendapatnya berarti "Maharaja yang berdiri sejajar atau seimbang dengan (Maharaja) Majapahit". Ia sependapat dengan Hoesein Djajaningrat (1913) bahwa Pakuan Pajajaran didirikan tahun 1433. R. Ng. Poerbatjaraka (1921). Dalam tulisan De Batoe-Toelis bij Buitenzorg (Batutulis dekat Bogor) ia menjelaskan bahwa kata "Pakuan" mestinya berasal dari bahasa Jawa kuno "pakwwan" yang kemudian dieja "pakwan" (satu "w", ini tertulis pada Prasasti Batutulis). Dalam lidah orang Sunda kata itu akan diucapkan "pakuan". Kata "pakwan" berarti kemah atau istana. Jadi, Pakuan Pajajaran, menurut Poerbatjaraka, berarti "istana yang berjajar"(aanrijen staande hoven). H. Ten Dam (1957). Sebagai Insinyur Pertanian, Ten Dam ingin meneliti kehidupan sosial-ekonomi petani Jawa Barat dengan pendekatan awal segi perkembangan sejarah. Dalam tulisannya, Verkenningen Rondom Padjadjaran (Pengenalan sekitar Pajajaran), pengertian "Pakuan" ada hubungannya dengan "lingga" (tonggak) batu yang terpancang di sebelah prasasti Batutulis sebagai tanda kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa dalam Carita Parahyangan disebut-sebut tokoh Sang Haluwesi dan Sang Susuktunggal yang dianggapnya masih mempunyai pengertian "paku". Ia berpendapat bahwa "pakuan" bukanlah nama, melainkan kata benda umum yang berarti ibukota (hoffstad) yang harus dibedakan dari keraton. Kata "pajajaran" ditinjaunya berdasarkan keadaan topografi. Ia merujuk laporan Kapiten Wikler (1690) yang memberitakan bahwa ia melintasi istana Pakuan di Pajajaran yang terletak antara Sungai Besar dengan Sungai Tanggerang (disebut juga Ciliwung dan Cisadane). Ten Dam menarik kesimpulan bahwa nama "Pajajaran" muncul karena untuk beberapa kilometer Ciliwung dan Cisadane mengalir sejajar. Jadi, Pakuan Pajajaran dalam pengertian Ten Dam adalah Pakuan di Pajajaran atau "Dayeuh Pajajaran". Sebutan "Pakuan", "Pajajaran", dan "Pakuan Pajajaran" dapat ditemukan dalam Prasasti Batutulis (nomor 1 & 2) sedangkan nomor 3 bisa dijumpai pada Prasasti Kebantenan di Bekasi. Dalam naskah Carita Parahiyangan ada kalimat berbunyi "Sang Susuktunggal, inyana nu nyieunna palangka Sriman Sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran nu mikadatwan Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, inyana pakwan Sanghiyang Sri Ratu Dewata" (Sang Susuktunggal, dialah yang membuat tahta Sriman Sriwacana (untuk) Sri Baduga Maharaja Ratu Penguasa di Pakuan Pajajaran yang bersemayam di keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, yaitu pakuan Sanghiyang Sri Ratu Dewata). Sanghiyang Sri Ratu Dewata adalah gelar lain untuk Sri Baduga. Jadi yang disebut "pakuan" itu adalah "kadaton" yang bernama Sri Bima dan seterunya. "Pakuan" adalah tempat tinggal untuk raja, biasa disebut keraton, kedaton atau istana. Jadi tafsiran Poerbatjaraka lah yang sejalan dengan arti yang dimaksud dalam Carita Parahiyangan, yaitu "istana yang berjajar". Tafsiran tersebut lebih mendekati lagi bila dilihat nama istana yang cukup panjang tetapi terdiri atas nama-nama yang berdiri sendiri. Diperkirakan ada lima (5) bangunan keraton yang masing-masing bernama: Bima, Punta, Narayana, Madura dan Suradipati. Inilah mungkin yang biasa disebut dalam peristilahan klasik "panca persada" (lima keraton). Suradipati adalah nama keraton induk. Hal ini dapat dibandingkan dengan nama-nama keraton lain, yaitu Surawisesa di Kawali, Surasowan di Banten dan Surakarta di Jayakarta pada masa silam. Karena nama yang panjang itulah mungkin orang lebih senang meringkasnya, Pakuan Pajajaran atau Pakuan atau Pajajaran. Nama keraton dapat meluas menjadi nama ibukota dan akhirnya menjadi nama negara. Contohnya : Nama keraton Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat, yang meluas menjadi nama ibukota dan nama daerah. Ngayogyakarta Hadiningrat dalam bahasa sehari-hari cukup disebut Yogya. Pendapat Ten Dam (Pakuan = ibukota ) benar dalam penggunaan, tetapi salah dari segi semantik. Dalam laporan Tome Pires (1513) disebutkan bahwa bahwa ibukota kerajaan Sunda itu bernama "Dayo" (dayeuh) dan terletak di daerah pegunungan, dua hari perjalanan dari pelabuhan Kalapa di muara Ciliwung. Nama "Dayo" didengarnya dari penduduk atau pembesar Pelabuhan Kalapa. Jadi jelas, orang Pelabuhan Kalapa menggunakan kata "dayeuh" (bukan "pakuan") bila bermaksud menyebut ibukota. Dalam percakapan sehari-hari, digunakan kata "dayeuh", sedangkan dalam kesusastraan digunakan "pakuan" untuk menyebut ibukota kerajaan. Untuk praktisnya, dalam tulisan berikut digunakan "Pakuan" untuk nama ibukota dan "Pajajaran" untuk nama negara, seperti kebiasaan masyarakat Jawa Barat sekarang ini.

Sunda

nyaeta kota di Propinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ieu ayana di 59 km kiduleun Jakarta, sareng wilayahna aya di tengah Kota Depok sareng Kabupaten Bogor. Sateuacanna daérah éta 21.56 km², tapi ayeuna parantos naék kana 118.50 km² sareng pendudukna nyaéta 1.081,009 urang (2017). Bogor katelah Kota Hujan, sabab hujan parah pisan. Kota Bogor diwangun ku 6 Kecamatan anu dibagi kana 68 Kecamatan. Salami jaman Kolonial Belanda, Bogor dikenal ku nami Buitenzorg (ngucapkeun: boit'n-zôrkh ", bœit'-) anu hartosna" tanpa kahariwang "atanapi" kaamanan aman. "Posisi géografis Kota Bogor di tengah Kabupaten Bogor sareng lokasina. caket sareng ibukota nasional, Jakarta, ngajantenkeun strategis dina pamekaran sareng kamekaran kagiatan ékonomi.Bamboos sareng Istana Bogor mangrupikeun tujuan wisata anu pikaresepeun. Posisi Bogor antara jalur tujuan Puncak / Cianjur ogé janten poténsi strategis pikeun kamekaran ékonomi. Kota Bogor gaduh daérah. Di kota ieu ogé ngalir sababaraha walungan anu cai permukaanna jauh di handap dataran dataran, nyaéta: Ci (Walungan) Liwung, Ci Sadane, Ci Pakancilan, Ci Depit, Ci Parigi, sareng Ci Balok. Bogor kawilang aman tina bahaya banjir alami.Abad kalima Édit Bogor ditilik tina sajarahna nyaéta Karajaan Hindu Tarumanagara diadegkeun dina abad kalima. Sababaraha karajaan anu sanésna milih netep di tempat anu sami kusabab bumi pagunungan anu sacara alami ngajadikeun lokasi ieu gampil tahan tahan serangan, sareng dina waktos anu sami mangrupikeun wewengkon anu subur sareng gampang aksés ka pusat perdagangan dina waktos éta. Tapi dugi ka ayeuna, dumasar kana panalungtikan anu dilakukeun ku sababaraha arkeolog anu kawéntar sapertos Prof. Uka Tjandrasasmita, ayana tempat anu penting sareng situs anu nyatakeun ayana karajaan. Karajaan Sunda Édit Diantara prasasti anu dipendakan di Bogor ngeunaan karajaan jaman baheula, salah sahiji prasasti taun 1533, nyarioskeun kakawasaan Prabu Siliwangi Surawisesa tina Karajaan Sunda. Prasasti ieu dipercaya ngagaduhan kakawasaan anu gaib sareng suci, ku kituna dilestarikan dugi ka ayeuna. Karajaan Pajajaran ngagaduhan pangaruh kakawasaan henteu ngan sakedik sapertos Jawa Kulon, Jakarta sareng Banten tapi ogé kaasup wilayah Lampung. Karajaan Sunda anu ngagaduhan rébuan kota di Pajajaran ogé nyertakeun bagean kidul Pulo Sumatra.Saatos Pajajaran digulingkeun ku Kasultanan Banten, kakawasaan di wewengkon kidul Sumatra diteruskeun ku Kasultanan Banten. [2] Pakuan atanapi Pajajaran anu mangrupikeun ibukota Karajaan Sunda (anu sering disebut Karajaan Pajajaran numutkeun nami ibukota) dipercaya ayana di Kota Bogor, sareng mangrupikeun jabatan pamaréntahan King Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji I Pakuan Pajajaran) anu dilantik dina 3 Juni. 1482. Dinten koronasi na diresmikeun salaku ulang taun Bogor dina 1973 ku DPRD Kota sareng Bogor, sareng diingetan taunan dugi ka ayeuna. [3] Jaman Kolonial Walanda Édit Saatos invasi tentara Banten, rékaman Kota Pakuan ngaleungit, sareng ngan ukur dipanggihan ku ekspedisi Walanda anu dipimpin ku Scipio sareng Riebeck dina taun 1687. Aranjeunna ngalaksanakeun riset dina Prasasti Batutulis sareng sababaraha situs sanés, sareng nyimpulkeun yén pamaréntah pusat Karajaan Pajajaran perenahna di Kota Bogor. . Dina taun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff ngawangun Istana Bogor bareng sareng konstruksi Jalan Raya Daendels anu nyambungkeun Batavia sareng Bogor. Bogor direncanakeun salaku wilayah pertanian sareng tempat peristirahatan pikeun Gubernur Jenderal. Kalayan pamekaran ieu, daérah Bogor mimitian berkembang.Sataun saterusna, van Imhoff ngahijikeun salapan kabupaten (Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga, sareng Kampung Baru) janten salah sahiji pamaréntah anu dingaranan Regentschap Kampung Baru Buitenzorg. Di daérah éta van Imhoff teras ngawangun Istana Gubernur Jenderal. Dina perkembangan saterusna, nami Buitenzorg parantos dipaké pikeun nunjuk Puncak, Telaga Warna, Megamendung, Ciliwung, Muara Cihideung, ka puncak Gunung Salak, sareng puncak Gunung Gede. Kebun Botanical Bogor Artikel utama: Kebon Botanical Bogor Patung awéwé désa di tepi kolam renang hias Istana Bogor, ku tukang itung Indonésia, Trubus Sudarsono. Nalika VOC bangkrut dina awal abad ka 19, wilayah Nusantara dikawasa ku Inggris dina pimpinan Gubernur Jenderal Thomas Raffles anu ngarobih Istana Bogor sareng ngawangun bumi sakurilingna kana Taman Botanical. Dina Raffles, Bogor ogé diatur salaku tempat istirahat katelah Buitenzorg anu dingaranan spésiés palem. Hindia Hindia Walanda Édit Saatos pamaréntahan balik ka pamaréntahan Walanda dina taun 1903, Déklarasi Unduh dikaluarkeun anu ngagentos sistem pamaréntahan tradisional nganggo sistem pamaréntahan modéren, anu ngahasilkeun Gemeente Buitenzorg.Dina taun 1925, propinsi Jawa Kulon (provincie Java Kulon) diwangun ku 5 résidu, 18 kabupaten sareng kotamadya (stadsgemeente). Buitenzorg janten salah sahiji stadsgemeente. Pendudukan Jepang Édit Dina mangsa penjajahan Jepang dina 1942, pamaréntahan Kota Bogor janten lemah saatos pamaréntahan dipuseurkeun dina tingkat perumahan. Mangsa kamerdekaan Dina taun 1950, Buitenzorg janten Kota Bogor anu dibentuk dina UU Républik Indonésia nomer 16 taun 1950. [4] Dina taun 1957, nami pamaréntahan dirobih janten ka Kota Praja Bogor, luyu sareng UU nomer 1 taun 1957. [5] Kota Bogor dirobih janten Perbandaran Level II di Bogor, sareng UU nomer 18 taun 1965 sareng UU nomer 5 taun 1974. [6] [7] Munisipalitas Bogor dirobih deui ka Kota Bogor dina taun 1999 ku undang-undang nomer 22 taun 1999. [8] Wewengkon Kota Bogor sami sareng ibukota karajaan Pakaja Pajajaran (1482), dimana masih seueur tempat-tempat suci. Sareng tangtosna Kujang senjata anu mangrupakeun senjata King Siliwangi, raja Pajajaran, mangrupikeun ciri Kota Bogor. Sacara géografis, Kota Bogor mangrupikeun bagian anu aya di Jawa Barat anu sami sareng Énnis Sunda Sunda, tapi di Bogor aya ogé grup étnis Tionghoa sareng Arab anu nyayogikeun kabudayaan budaya.Di daérah Empang, anu dikenal salaku étnis Arab, unggal taun miéling ulang tahun Nabi diladatangan ku rébuan ibadah. Kitu ogé di daérah Suryakencana atanapi Chinatown sok ngayakeun kagiatan Cap Go Meh anu ogé sering meriah kalayan rébuan jalma, boh warga Kota Bogor, wisatawan domestik sareng wisatawan asing. Tujuan tina ASSOCIATION budaya MANUSKRIP Aya sababaraha naskah kuno anu masih disimpen di kota Bogor. Sababaraha naskah dipilampah ku individu sareng disimpen di bumi anu gaduhna. Salah sahiji anu janten Ikon Kota Bogor nyaéta Prasasti Batutulis (1533) salaku bukti sajarah tina karajaan Pajajaran. Sareng naskah-naskah anu sanés dina bentuk naskah kuno dina daun palem kalayan tulisan sanskrit anu dipiboga ku Mr. Asep sareng panangan Kitab Suci disimpen dina Alama Kuna Al Alunan di Bantarjati daérah Bantarjati Urban Village, Kalér Bogor Utara. TRADISI ASAL Tradisi lisan di kota Bogor nyokot bentuk sajarah lisan sareng folklor. Tradisi lisan anu dimekarkeun di masarakat kalebet Pantun Pacilong (Sejarah Sajarah), Pantun Buhun, Sisindiran, Jangjawokan sareng Babasan.KUDU TRADISIAL Adat anu masih sering dilaksanakeun di Kota Bogor kalebet Thanksgiving, Tujuh Bulan, Turun Taneuh, Marhaba, Rawi Mulud, bubur Bodas bubur Beurum Beureum, Ngabesan, Seserah, Galudra Ngupuk, Ngahuma, Narawas, Ngaseuk, Ngunjab, Ngarayah, Haul, Natus jeung saterusna. RITUS Upacara anu masih kénéh dipidamel ku masarakat di Kota Bogor kalebet Babakti, Ngumbah Kujang, Paraga obor, Puput Puser, Mahinum, Saweran, Ngureubkeun Bali, Hajat Bumi, Ruwatan, Tahlilan, Shalawatan sareng anu sanés. ALAM TRADISIONAL Kawéntar tradisional di kota Bogor kalebet tuangeun istimewa sapertos Fried Toge, Dodongkal, Laksa, Oli Jepret, Soto Mie, salian ti perawatan tradisional tulang rusak sareng Batik Bogor. TEKNOLOGI TRADISIONAL Téknologi tradisional di kota Bogor kalebet Wuluku, Gong Making sareng Pabrikan Kujang. SENYANA Kasenian anu dipanggihan di Kota Bogor kalebet Rengkong Hatong, Tari Tayub, Pantun Beton, Tari Serimpi, Ibing Silat, Keliningan, Kasidahan, Cador, Gondang, Jibrut, Wayang Bambu, Wayang Hihid, Lodong Bogoran, Langgir Badong, Tunggul Kawung, Celidungan sareng Cempir. jsb. BAHASA Aya sababaraha basa anu cicing sareng ngembangkeun di kota Bogor.Salian basa Indonésia salaku basa nasional sareng basa Sundana salaku basa indung, di sub Kecamatan Tanah Sareal penduduk ogé nganggo basa Betawi Lor. GAMI RAKYO Kaulinan tradisional anu masih sering dipanggihan di Kota Bogor kalebet Ayang-Ayang Gung, Bancakan, Babagongan, Beklen, Congklak, Bendungan Daman, Uucingan, Hahayaman, Ketepel, Bandring, Oray-orayan, Galah Asin, Lalayangan, Bebeletokan, Jiwalugong sareng Lodong. SUKAN TRADISONAL Olahraga tradisional kalebet Pencak Silat, Jajangkungan (Stilts), Balapan Sack, Tug of War, Kelom Batok, Rorodaan, Chopsticks, Bedil Jepret, Gatrik, Bebentengan, Sorodot Gaplok, Gasing sareng Babalonan. RESERI BUDAYA Warisan Budaya di kota Bogor kalebet Biara Mahacetya Dhanagun, Situs Purwakalih, Batu Tulis jeung saterusna. Kasenian sareng kabudayaan anu parantos diturunkeun ku karuhun urang pasti pasti dijaga sareng dilestarikan sahingga seni anu diturunkeun henteu ngaleungit janten sapertos ditelan ku bumi. urang pasti moal hoyong anu saurna incu-incu - incu ukur terang seni budaya ngalangkungan buku atanapi gambar, tanpa aranjeunna terang seni langsung atanapi nyata.ku sabab urang kedah restate sareng ngajaga jaga seni daérah, khususna Bogor sareng daérah anu sanés. Kasenian tradisional dipanggihan di Kabupaten Bogor: 1 Pedang Art Kec. Ciampea, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg, Fitur, Jonggol, Parung 2 Seni Topeng Cikuda Kec. Gunung Sindur 3 Reog Kec. Gunung Sindur, Leuwiliang, Gunung Putri, Cariu, Ciomas, Cijeruk, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg 4 Calung Kec. Cibinong, Ciomas, Cibungbulang, Gunung Putri, Cariu, Klapanunggal, Rumpin, Parung, Cisarua, Nanggung, Sukaraja, Ciawi, Babakan Madang 5 Gondang Kec. Cibinong, Pamijahan 6 Kliningan Kec. Cariu, Ciampea, Nanggung, Cigudeg, Jonggol, Parung, Cileungsi, Cibungbulang 7 Barongsay Kec. Citeureup, Ciampea, Jonggol, Parung, Cibinong 8 Cibatokan Kec. Cibungbulang 9 Marawis Kec. Ciawi, Cisarua 10 Degung Kec. Cisarua, Ciawi, Cibinong, Cariu, Cileungsi, Jonggol, Gunung Putri, Cibungbulang, Lwliang, Parung, Parung, BBKmadang, Citeureup, Jasinga 11 Tari klasik Kec. Cibinong 12 Rendang Dreum Kec. Cibinong, Dramaga 13 Angklung Gubrag Kec. Cibinong 14 Pentatonic Angklung Kec. Cibinong, Citeureup, Sukaraja, Ciawi 15 Beton Pantun Kec. Cariu 16 Kecapi Suling Kec. Cibinong, Ciawi, Cisarua, Parung, Cullinan 17 Tembang Sunda Cianjuran Kec. Kemang, Ciawi 18 Tandjidor Kec.Kemang, BojongGede, Cijeruk, Citeureup, Lwliang, Parung, Cibinong 19 Jingprak Kec. Cibungbulang 20 Ajeng Kec. Cullinan 21 Tari Jaipongan Kec. Cibinong, Dramaga, Cileungsi, Cariu, Jonggol, Cioma 22 Pencak Silat 35 Distrik 36 Qosidah 35 Distrik Kota Bogor mangrupikeun salah sahiji daérah di Sunda Tatar anu beunghar ku sumber arkeologis tina sababaraha jaman budaya. Tinggalan ieu, antawisna, asalna tina jaman prasejarah nepi ka jaman budaya salajengna, sapertos jaman klasik, periode Islam, sareng ti jaman pangaruh Éropa Sebaran lokasi pamanggihan peninggalan ieu ampir sumebar di sakumna wewengkon Bogor. Ti jaman prasejarah, sésa-sésa arkeologis anu samentawis tiasa janten bagian tina wewengkon bersejarah Kota Bogor, kalebet asalna tina tradisi budaya anu mimiti tumbuh sareng ngamekarkeun saprak jaman pertanian (Neolitikum), nyaéta dina bentuk objék sareng wangunan anu aya hubunganana sareng tradisi atanapi upacara anu aya hubunganana muji roh karuhun, nyaéta objék sareng wangunan kaasup kana tradisi budaya megalitik. Baheula numutkeun von Heine Geldern (1945), tradisi budaya ieu disimpulkeun ngalebetkeun sareng ngembangkeun di Nusantara saprak 3000 taun SM teras teras ngembangkeun ngaliwatan jaman sejarah. Kusabab panjangna ieu ngembangkeun budaya, éta parantos disebat budaya tradisi megalitik.Dina sajarah pangembangan budaya di Indonésia, di daérah Bogor jaman baheula, aya ogé karajaan kuno anu kasohor pisan anu katelah "Pakwan Padjajaran". Aya seueur para ahli anu berkumpul ngeunaan karajaan ieu, sawaréh aya anu nyimpulkeun yén kota Bogor jaman baheula mangrupikeun bagian tina puseur Pakwan Padjadjaran ". Mangsa klasik dina Kota Bogor jaman baheula kabuktian ku sababaraha pamanggihan dina bentuk prasasti sareng patung batu anu ngagambarkeun jaman klasik anu parantos dilakukeun dina jaman baheula. Saatos éta, pangaruh budaya Islam sareng Kolonial di daérah Kota Bogor dina jaman baheula ogé parantos ngantepkeun sababaraha titilar budaya bahan. ASPEK TRADISIAL VALUE: 1. Naskah Purba; 2. Kaulinan Jalma; 3. Panutupan Tradisional 4. Folklore; 5. Upacara Tradisional Tradisional: perkawinan, kalahiran, pertanian; 6. Arsitéktur Tradisional Ékonomi Tradisional; pertanian / sato peternakan; 7. Organisasi Komunitas; struktur désa, kapamimpinan tradisional, stratifikasi sosial / stratifikasi sosial; 8. Pangaweruh Flora sareng Fauna; tatanén, ubar, sakuliling alam, kalénder; 9. Agama; Kapercayaan masarakat satempat; 10. Téknologi tradisional; alat-alat pertanian / pertanian; 11. Kampung Rumah Adat; 12. Pola Settlement; Pola Padumukan di Daérah Lingkungan; 13. Robah Budaya: Parobihan budaya sosial; 14. Hubungan Hubungan; akulturasi budaya.Sababaraha aspek nilai tradisional anu masih hirup di kota Bogor nyaéta: 1. Alat maén barudak: 1. Mobil kaulinan tina jeruk bali 2. Babi tina gagang cau 3. Anggar kulit dicengkélkeun 4. Sapatu tina manah cau 5. Kolektor daun sampeu 6. Paparahuan tina awi midrib 7. Nyauran kaléng susu 8. Kalung daun sampeu 9. Mahkota daun sampeu 10. obor kana gedang midrib 11. Lodong 12. Bandring 13. Cangkung ti papaya midrib 14. Nyandak potret 15. Biaya 16. Babalonan tina kembang wera  17. Minyak tina daun wera                                                                                    2. Upacara Adat   1. Hotaman 2. Thanksgiving 3. Ngabesan 4. Ngarukun; Ngeuyeuk seureuh 5. Tujuh Bulan 6. Tahlilan 7. Kadewasaan 8. Natus 9. Haul 10. Mipit; sedekah di tempat / sawah 11. Ngagendeh 12. Ngarak Panganten 13. Tepak Seeng 14. Grab Bakakak 3. Kaulinan tradisional: 1. Kutub Salty 2. Gatrik 3. Kéngingkeun Budak 4. Batang 5. Jalma 6. Ulin Panggal 7. istana 8. Congklak 9. Encleng 10. Hayam-hayaman 11. Nguasaan Jukut 12. Ucing Udag 13. Ibu Cik Blug 14. Silanglang 15. Ciciputri 16. Dang dang dut 17. Ta-em-em 18. Kiki Kupa 19. Cocog 20. Nembak 21. Karét Alung 22. Utik 23. Beklen 24. Entong 25. Kukudaan 26. Tukang Benteng 27. Gandong Buyung 28. hebat pisan 29Pasang deui 30. Kamarang Kamanting 31. Plak tina Katipluk 32. Ja-Leu-Leu 33. Bulan Tok 34. Siki Karét 35. Ngalun 36. Kapal 37. Sosorodotan 38. Tali / Karét Maén 39. Damdas 40. Ngagungkeun chants Kondisi Objék Warisan Budaya di Kota Bogor (Tinjauan Wilayah) Saperti dipikanyaho yén Kota Bogor ngagaduhan 6 Kecamatan nyaéta: Tengah Kota, Bogor Kidul, Bogor Kalér, Bogor Wétan, sareng Kacamatan Tanah Sareal.Ingeun hubunganana warisan budaya masing-masing Kecamatan gaduh nilai-nilai budaya anu aya hubunganana sareng latar belakang pangwangunan sajarah. Aspék sajarah anu périodik ieu gaduh périodik anu tangtu, nyaéta: Periode Prasejarah, Klasik (Hindu, Budha) Islam / karajaan Islam sareng jaman Kolonial. Perlu diingetkeun di dieu yén sanaos Jepang kantos ngjajah urang sakitar 1942 - 1945 sareng gaduh waktos waktos leuwih ti 50 (lima puluh) taun kanggo salah sahiji kriteria anu didaptarkeun dina UU Nomer 5 taun 1992 Pikeun Objék Warisan Budaya Pikeun Ngeunaan Objék Budaya, tapi henteu aya pangaruh tina Nila Budaya tina Kolonialisme Jepang parantos kapanggih dina Objek Budaya Budaya, khususna di Daerah Bogor. A.Daerah Kecamatan Bogor Tengah Di daérah ieu seueur gedong gaya Indis kapanggih, titilar tina jaman Kolonial, sacara umum dampak wangunan warisan Walanda sapanjang Jalan Ahmad Yani, Jenderal Sudirman, Ir. H Juanda, Surya Kencana, Siliwangi ka Sukasari. Jalan Raya Pajajaran ti SMKN ka IPB Kampus, gedong Baranangsiang - gaya Tropis Lokal, Gaya Internasional sareng Gedong Art Deco, katingalina nangtung di antawisna wangunan lami anu parantos robih dua Extrins sareng Structures. B. Kidul Bogor Wilayah Béda sareng Kacamatan Kabupaten anu ningalikeun seueur gedong gaya Inggris, di Bogor Kidul ciri-ciri sésa sajarah nyaéta situs, objék alam sareng daérah anu aya hubunganana sareng sajarah Karajaan Pajajaran. ngaran anu jelas di daérah ieu, utamina di Désa Empang, Mesjid, Makam Suci seueur ogé anu sapatemon. C. Wilayah Bogor Kulon Di Kecamatan Kulon Kulon, salian ti seueur gedong gaya Indis anu aya di Kacamatan Bogor Tengah, hiji ciri anu namina mangrupikeun Gedong Panaliti Warisan Walanda, kalebet Pusat Panaliti Kehutanan.Hiji hal anu pikaresepeun nyaéta karya Arsitéktur F Silaban dina bentuk Gedong Sakola Sambutan Pertanian (baheulana SPMA Bogor) di daérah ieu, nyaéta di Jalan Cibalagung. Silaban dilaksanakeun di Kacamatan Bogor Kulon. D. Kacamatan Bogor Wétan Peninggalan kolonial dina bentuk gedong - Indis, tapi kuat pisan sareng ciri-ciri Art Deco sering dipendakan sapanjang Jalan Siliwangi. Wangunan ieu parantos dilabélan Kota Kota Bogor (khususna di daérah Jalan Siliwangi - Jalan Sukasari) salaku Kota anu ngagambarkeun sajarah Arsitéktur Kulon. Ngaliwatan sakaligus gedong, éta tiasa katingali yén unsur Arsitéktur Modern di antarana: Art Deco, De Stjle, Cubisme sareng International Stjle. E. Kacamatan Kacamatan Bogor Utara Hubungan sareng Sejarah Kolonial Belanda henteu leupas ti payunna Gubernur Willeim Herman Daendels sareng proyék Jalan Raya Pos. H Juanda, Suryakencana, Sukasari dugi ka Puncak - Cianjur.Caket Komplek Brimob, aya jembatan buatan Belanda anu masih katingali sésana - sésana aya dina bentuk lengkungan bata beureum anu masih katingali sareng pilar sapanjang sasak. Salajengna, di daérah ieu mangrupikeun Situs Kuburan R. Kan'an, Pabrik Tapi Buto anu munggaran di Bogor (Pabrik Tapioka Setia munggaran) ) sareng wangunan Monumental di Kedung Badak, Stasion Listrik PJKA anu ayeuna dianggo ku Gudang PLN Pustalla. F. Kacamatan Tanah Sareal Kec Land Sareal diadegkeun nalika pamekaran ékspansi Kota Kota Bogor sacara administrasi nami masih kénéh Land Sareal. Di daérah ieu aya Tapak Eyang Khaer (caket Komplek Kota Kaséhatan Kota Bogor) seueur anu dipanggihan di Gedong Gaya Énténg sareng menarik nyaéta Kompleks Abattoir anu beunghar ku pola sareng Wangunan ogé Indis ogé . BUDAYA DI KOTA BOGOR Kota Bogor mangrupikeun salah sahiji daérah di Sunda Tatar anu beunghar ku sumber arkeologis tina sababaraha jaman budaya. Tinggalan ieu, antawisna, asalna tina jaman prasejarah nepi ka jaman budaya salajengna, sapertos jaman klasik, periode Islam, sareng ti jaman pangaruh Éropa Sebaran lokasi pamanggihan peninggalan ieu ampir sumebar di sakumna wewengkon Bogor.Ti jaman prasejarah, sésa-sésa arkeologis anu samentawis tiasa janten bagian tina wewengkon bersejarah Kota Bogor, kalebet asalna tina tradisi budaya anu mimiti tumbuh sareng ngamekarkeun saprak jaman pertanian (Neolitikum), nyaéta dina bentuk objék sareng wangunan anu aya hubunganana sareng tradisi atanapi upacara anu aya hubunganana muji roh karuhun, nyaéta objék sareng wangunan kaasup kana tradisi budaya megalitik. Baheula numutkeun von Heine Geldern (1945), tradisi budaya ieu disimpulkeun ngalebetkeun sareng ngembangkeun di Nusantara saprak 3000 taun SM teras teras ngembangkeun ngaliwatan jaman sejarah. Kusabab panjangna ieu ngembangkeun budaya, éta parantos disebat budaya tradisi megalitik. Dina sajarah kamekaran kabudayaan di Indonésia, di daérah Bogor jaman baheula, aya ogé karajaan kuno anu kasohor pisan anu katelah "Pakwan Padjajaran". Aya seueur para ahli anu berkumpul ngeunaan karajaan ieu, sawaréh aya anu nyimpulkeun yén kota Bogor jaman baheula mangrupikeun bagian tina puseur Pakwan Padjadjaran ". Mangsa klasik dina Kota Bogor jaman baheula kabuktian ku sababaraha pamanggihan dina bentuk prasasti sareng patung batu anu ngagambarkeun jaman klasik anu parantos dilakukeun dina jaman baheula.BUDAYA SUKU PERTUJAHAN DI PUTRA BOGOR             Budaya Sunda sareng Basa Sunda Kaancam Katingalina di Bogor Pintonan wayang diayakeun di Gedong Kemuning Gading di Pamaréntah Kota Bogor dina dinten Saptu (5/29) pikeun ngenalkeun budaya Sunda anu parantos dilupakan. Sajumlah jalma nganggap yén dina sababaraha taun ka hareup, budaya sareng bahasa Sunda bisa ngaleungit di kota Bogor kusabab kela kela dina jaman éta. * BOGOR, (PRLM) .- Sajumlah jalma, khususna pangamat sareng tokoh budaya di kota Bogor, hariwang yén dina lima taun ka hareup, khususna bahasa Sunda anu tos aya bakal ngaleungit atanapi janten punah dina jaman ayeuna. Bahkan pangamat sareng pangamat budaya percaya yén kapunahan ieu bakal kajadian langkung gancang, upami henteu aya upaya serius ti sakumna pihak pikeun ngawétkeun deui budaya Sunda di Kota Bogor. Sakumaha anu dinyatakeun ku panitén budaya Kota Bogor, Eman Sulaiman, Senén (5/30). "Minangka indung, kuring sedih pisan sareng hariwang ningali kamajuan anu lumangsung sareng masarakat Bogor dina waktos ieu. Bayangkeun, naon anu bakal kajantenan ngan ukur dina waktos ieu rumaja urang parantos teu sombong tina jati diri salaku urang Sunda," saur Eman. Ironisna, Eman neruskeun, kolotna di Bogor ogé henteu bangga nalika ningali barudakna diajar ngeunaan bahasa Sunda sareng kabudayaan Sunda."Kusabab, ayeuna seueur kolot di bogor nyalira langkung bangga upami anak-anakna tiasa ngawasa basa atanapi budaya luar," saurna. Ningali kanyataan sareng fénoména anu kajantenan, dituluykeun Eman, teu mustahil upami kapusan basa Sunda sareng budaya Sunda ti tanah Bogor bakal kajantenan langkung lami tibatan waktos anu anjeunna diprediksi. "Dina sagala rupa tulisan sareng kasempetan, kuring parantos nyarios, yén lima taun panginten langkung gancang, upami ti ayeuna urang salaku urang bogor urang sorangan henteu paduli sareng uih deui ngalestarikeun budaya Sundan salaku warisan anu berharga ti para tukang tukang pinjaman di Bogor," saurna Eman Kusabab ieu, Eman ngajak urang Sunda di Bogor mikir-mikir, sareng dina waktos anu sami, nyandak tindakan pikeun ngawétkeun budaya Sunda sareng basa Sunda kaancam ngabahayakeun. "Pangaruh budaya modern ayeuna luar biasa. Tapi urang Sunda kedah tiasa ngajaga budaya sareng identitas urang," saur anjeunna. Samentawis éta, Pupuhu Asosiasi Boneka Kota Bogor di Indonésia, Shahlan Rasyidi, ngungkabkeun, pihakna narékahan ngiringan deui budaya Sunda, khususna boneka, ka generasi ngora. "Sadaya waktos ieu, sareng konsep anu disaluyukeun, para nonoman ogé resep kana wayang," saur Shahlan. Numutkeun manéhna, seueur karakter wayang anu tiasa ditiru sareng ngagaduhan filosofi anu pohara luhur.Ampir sataun, sakitar 60 sakola parantos janten target pangenalan deui wayang. "Sanaos, sosialisasi anu parantos dilaksanakeun teu acan tiasa ngahontal prestasi lengkep. Ieu mangrupikeun generasi muda ngahirum heula, ulah bosen heula," Ampir sacara umum, warga Bogor gaduh kayakinan yén Kota Bogor ngagaduhan hubungan lokatif sareng Kota Pakuan, ibukota Pajajaran. Asal sareng artos Pakuan kapanggih dina sagala rupa sumber. Di handap ieu mangrupikeun hasil pamilarian tina sumber ieu dina raraga kronologis: Naskah Carita Waruga Manuskrip (1750-an). Dina teks Sunda Old Sunda ieu dijelaskeun yén nami Pakuan Pajajaran dumasar kana kanyataan yén aya seueur tangkal Pakujajar di lokasi éta. K.F. Holle (1869). Dina hiji tulisan anu judulna De Batoe Toelis te Buitenzorg (Batutulis di Bogor), Holle nyebatkeun yén caket kota Bogor, aya désa anu namina Cipaku, babarengan walungan anu ngagaduhan nami anu sami. Aya seueur tangkal kuku anu kapendak. Janten numutkeun Holle, nami Pakuan ngagaduhan hubunganana ku ayana Cipaku sareng tangkal paku. Pakuan Pajajaran tegesna tangkal kuku dijejeran ("op rijen staande pakoe bomen"). G.P. Rouffaer (1919) dina édisi Stibbe 1919 edisi Encyclopedie van Niederlandsch Indie. Pakuan ngandung arti "paku", tapi kedah diinterpretasi salaku "paku alam semesta" (spijker der wereld) anu ngalambangkeun jalma raja saperti dina judul Paku Buwono sareng Paku Alam."Pakuan" numutkeun Fouffaer sami sareng "Maharaja". Kecap "Pajajaran" diinterpretasi salaku "nangtung sajajar" atanapi "saimbang" (evenknie). Maksudna Rouffaer nyaéta nangtung dina tilepan nu sami sareng Majapahit. Sanaos Rouffaer henteu nyimpulkeun arti Pakuan Pajajaran, tapi tina katerangan na tiasa disimpulkeun yén Pakuan Pajajaran dina pamanggihna hartosna "Maharaja anu nangtung paralel atanapi saimbang sareng (Maharaja) Majapahit". Anjeunna sapuk sareng Hoesein Djajaningrat (1913) yén Pakuan Pajajaran diadegkeun dina taun 1433. R. Ng. Poerbatjaraka (1921). Dina tulisan De Batoe-Toelis bij Buitenzorg (Batutulis caket Bogor) anjeunna ngajelaskeun yén kecap "Pakuan" pasti asalna tina basa Jawa kuno "pakwwan" anu ayeuna dieja "pakwan" (hiji "w", ieu ditulis dina Prasasti Batutulis). Dina basa Sunda, kecap Sunda bakal dibaca "pakuan". Kecap "pakwan" hartosna tenda atanapi istana. Janten, Pakuan Pajajaran, numutkeun Poerbatjaraka, hartosna "istana anu dijejeran" (aanrijen staande hoven). H. Sapuluh Bendungan (1957). Salaku Insinyur Pertanian, Ten Dam hoyong nguji kahirupan sosio-ékonomi para patani Jawa Kulon kalayan pendekatan awal tina hal pangembangan sajarah. Dina tulisanna, Verkenningen Rondom Padjadjaran (Perkenalan kana Pajajaran), anggapan "Pakuan" ngagaduhan hubunganana sareng "phallus" (pilar batu) anu dipelakan gigir prasasti Batutulis minangka tanda kakawasaan.Anjeunna ngingetkeun yén dina Carita Parahyangan, éta disebatkeun yén tokoh-tokoh Haluwesi sareng Susuktunggal anu anjeunna dianggap tetep ngagaduhan "kuku". Anjeunna nyatakeun yén "pakuan" lain nami, tapi kecap umum anu umum hartos modal (hoffstad) anu kedah dibédakeun ti karaton. Kecap "Pajajaran" ditinjau dumasar kana topografi. Anjeunna nyarioskeun laporan Kaptén Wikler (1690) anu ngalaporkeun yén anjeunna meuntas karaton Pakuan di Pajajaran anu perenahna antara Walungan Agung sareng Walungan Tangerang (anu ogé disebut Ciliwung sareng Cisadane). Sapuluh Bendungan ngagambar kacindekan yén nami "Pajajaran" bijil kusabab sababaraha kilométer Ciliwung sareng Cisadane ngalir paralel. Maka, Pakuan Pajajaran dina artos Sapuluh Bendungan nyaéta Pakuan Pajajaran atanapi "Dayeuh Pajajaran". Istilah "Pakuan", "Pajajaran" sareng "Pakuan Pajajaran" tiasa dipendakan dina Prasasti Batutulis (nomer 1 & 2) sedengkeun nomer 3 tiasa dipendakan dina Prasasti Kebantenan di Bekasi.Dina teks Carita Parahiyangan aya kalimat anu maca "Susuktunggal, inyana anu nyieunna palangka Sriman Sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran nad mikadatwan Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, inyana pakwan Sanghiyang Sri Ratu Dewata" Sriwacana (pikeun) Panguasa Sri Baduga Maharaja Ratu di Pakuan Pajajaran anu cicing di karaton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, nyaéta Pakhiyang Sri Ratu Dewata). Sanghiyang Sri Ratu Dewata mangrupikeun gelar séjén pikeun Sri Baduga. Janten anu disebut "pakuan" mangrupikeun "kadaton" anu dingaranan Sri Bima sareng para pesaingna. "Pakuan" mangrupikeun tempat cicing pikeun raja, biasana disebat karaton, karaton atanapi karaton. Janten tafsiran Poerbatjaraka saluyu sareng artina anu disebut dina Carita Parahiyangan, anu mangrupikeun "istana dijejeran". Tafsiran ieu langkung caket nalika nami karaton cukup lila tapi diwangun ku nami mandiri. Diperkirakeun yén aya lima (5) gedong karaton, masing-masing dingaranan: Bima, Punta, Narayana, Madura sareng Suradipati. Ieu panginten anu biasana disebut istilah klasik "panca persada" (lima kratons). Suradipati mangrupikeun nami karaton utama. Ieu tiasa dibandingkeun sareng nami karaton sanésna, nyaéta Surawisesa di Kawali, Surasowan di Banten sareng Surakarta di Jayakarta dina jaman baheula.Lantaran ngaran anu panjang, sigana jalma langkung resep kana kasimpulan éta, Pakuan Pajajaran atanapi Pakuan atanapi Pajajaran. Ngaran karaton tiasa ditambihan janten nami ibu kota sareng antukna nami nagara. Salaku conto: Ngaran Istana Surakarta Hadiningrat sareng Istana Ngayogyakarta Hadiningrat, anu ngalangkungan nami ibukota sareng nami daérah. Ngayogyakarta Hadiningrat dina basa sapopoe ngan saukur disebat Yogya. Pamadegan Ten Dam (Pakuan = ibukota) anu bener dina panggunaanana, tapi éta lepat tina istilah semantik. Dina laporan Tome Pires (1513) disebut yén ibukota karajaan Sunda disebat "Dayo" (dayeuh) sareng ayana di daérah pagunungan, dua dinten 'drive ti palabuhan Kalapa di muara Ciliwung. Anjeunna nguping nami "Dayo" ti warga atanapi pembesar Pelabuhan Kalapa. Janten jelas-jelas, Pelabuhan Kalapa nganggo kecap "dayeuh" (sanes "pakuan") upami upami nuju ngujuk kana modal. Dina paguneman sapopoé, kecap "dayeuh" dianggo, sedengkeun dina literatur sastra "pakuan" dianggo pikeun ngarujuk ibukota karajaan. Kanggo tujuan praktis, dina téks di handap ieu "Pakuan" dipaké pikeun nami ibukota sareng "Pajajaran" pikeun nami nagara, sapertos kabiasaan adat masarakat Jawa Kulon ayeuna.

TerjemahanSunda.com | Bagaimana cara menggunakan terjemahan teks Indonesia-Sunda?

Semua terjemahan yang dibuat di dalam TerjemahanSunda.com disimpan ke dalam database. Data-data yang telah direkam di dalam database akan diposting di situs web secara terbuka dan anonim. Oleh sebab itu, kami mengingatkan Anda untuk tidak memasukkan informasi dan data pribadi ke dalam system translasi terjemahansunda.com. anda dapat menemukan Konten yang berupa bahasa gaul, kata-kata tidak senonoh, hal-hal berbau seks, dan hal serupa lainnya di dalam system translasi yang disebabkan oleh riwayat translasi dari pengguna lainnya. Dikarenakan hasil terjemahan yang dibuat oleh system translasi terjemahansunda.com bisa jadi tidak sesuai pada beberapa orang dari segala usia dan pandangan Kami menyarankan agar Anda tidak menggunakan situs web kami dalam situasi yang tidak nyaman. Jika pada saat anda melakukan penerjemahan Anda menemukan isi terjemahan Anda termasuk kedalam hak cipta, atau bersifat penghinaan, maupun sesuatu yang bersifat serupa, Anda dapat menghubungi kami di →"Kontak"


Kebijakan Privasi

Vendor pihak ketiga, termasuk Google, menggunakan cookie untuk menayangkan iklan berdasarkan kunjungan sebelumnya yang dilakukan pengguna ke situs web Anda atau situs web lain. Penggunaan cookie iklan oleh Google memungkinkan Google dan mitranya untuk menayangkan iklan kepada pengguna Anda berdasarkan kunjungan mereka ke situs Anda dan/atau situs lain di Internet. Pengguna dapat menyisih dari iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi Setelan Iklan. (Atau, Anda dapat mengarahkan pengguna untuk menyisih dari penggunaan cookie vendor pihak ketiga untuk iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi www.aboutads.info.)