Indonesia

Kisah Mahabharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang Bharata. Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra. Sang Kuru menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Kurawa Baca Juga Caranggana, Bambang Pamuksa (Tremboko dan Pandu Gugur) Berdirinya Negara Hastina Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga yang dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat membuahkan 7 anak, akan tetapi semua ditenggelamkan ke laut Gangga oleh Dewi Gangga dengan alasan semua sudah terkena kutukan. Akan tetapi kemudian anak ke 8 bisa diselamatkan oleh Prabu Santanu yang diberi nama Dewabrata. Kemudian Dewi Ganggapun pergi meninggalkan Prabu Santanu. Nama Dewabrata diganti menjadi Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya yaitu sumpah untuk membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya. Hal itu dikarenakan Bisma tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan Satyawati, ibu tirinya. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan. Dari hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citranggada dan Wicitrawirya. Demi kebahagiaan adik-adiknya, Bisma pergi ke Kerajaan Kasi dan memenangkan sayembara sehingga berhasil membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba, Ambika, dan Ambalika, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya. Karena Citranggada wafat, maka Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya, sedangkan Amba mencintai Bisma namun Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur hidup. Demi usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Atas kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi menjadi seorang pangeran yang memiliki sifat kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada yang bernama Srikandi. (Kalau versi Jawa, Srikandi adalah seorang wanita sejati) Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi yang membantu Arjuna dalam pertempuran akbar di Kurukshetra. Citranggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat memiliki keturunan. Satyawati mengirim kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika untuk menemui Resi Byasa, sebab Sang Resi dipanggil untuk mengadakan suatu upacara bagi mereka agar memperoleh keturunan. Satyawati menyuruh Ambika agar menemui Resi Byasa di ruang upacara. Setelah Ambika memasuki ruangan upacara, ia melihat wajah Sang Resi sangat dahsyat dengan mata yang menyala-nyala. Hal itu membuatnya menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, maka anaknya terlahir buta. Anak tersebut adalah Drestarastra. Kemudian Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar sendirian, dan di sana ia akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putra yang buta Drestarastra seperti yang telah dilakukan Ambika Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan Byasa yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu (putranya), ayah para Pandawa, terlahir pucat. Drestarastra dan Pandu mempunyai saudara tiri yang bernama Widura. Widura merupakan anak dari Resi Byasa dengan seorang dayang Satyawati yang bernama Datri. Pada saat upacara dilangsungkan dia lari keluar kamar dan akhirnya terjatuh sehingga Widura pun lahir dengan kondisi pincang kakinya. Dikarenakan Drestarastra terlahir buta maka tahta Hastinapura diberikan kepada Pandu. Pandu menikahi Dewi Kunti,kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Dewi Madrim, namun akibat kesalahan Pandu pada saat memanah seekor kijang yang sedang kasmaran, maka kijang tersebut mengeluarkan kutukan bahwa Pandu tidak akan merasakan lagi hubungan suami istri, dan bila dilakukannya, maka Pandu akan mengalami ajal. Kijang tersebut kemudian mati dengan berubah menjadi wujud aslinya yaitu seorang pendeta. Kemudian karena mengalami kejadian buruk seperti itu, Pandu lalu mengajak kedua istrinya untuk bermohon kepada Hyang Maha Kuasa agar dapat diberikan anak. Atas bantuan mantra yang pernah diberikan oleh Resi Druwasa maka Dewi Kunti bisa memanggil para dewa untuk kemudian mendapatkan putra. Pertama kali mencoba mantra tersebut datanglah Batara Surya, tak lama kemudian Kunti mengandung dan melahirkan seorang anak yang kemudian diberi nama Karna. Tetapi Karna kemudian dilarung kelaut dan dirawat oleh Kurawa, sehingga nanti pada saat perang Bharatayudha, Karna memihak kepada Kurawa. Kemudian atas permintaan Pandu, Kunti mencoba mantra itu lagi, Batara Guru mengirimkan Batara Dharma untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahir anak yang pertama yaitu Yudistira, setahun kemudian Batara Bayu dikirim juga untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Bima, Batara Guru juga mengutus Batara Indra untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Arjuna dan yang terakhir Batara Aswan dan Aswin dikirimkan untuk membuahi Dewi Madrim, dan lahirlah Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal sebagai Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi Dewi Gendari, dan memiliki sembilan puluh sembilan orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah Kurawa. Pandawa dan Kurawa merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni Kuru dan Bharata. Kurawa (khususnya Duryudana) bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Kurawa, yaitu Drestarastra, sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya yaitu Sengkuni, beserta putera kesayangannya yaitu Duryudana, agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa Pada suatu ketika, Duryudana mengundang Kunti dan para Pandawa untuk liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh Duryudana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun para Pandawa bisa diselamatkan oleh Bima yang telah diberitahu oleh Widura akan kelicikan Kurawa sehingga mereka tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti masuk hutan. (diceritakan dalam lakon Bale Sigala-gala) Di hutan tersebut Bima bertemu dengan raksasa bernama Arimba yang ingin membalas dendam kematian Ayahnya yaitu Arimbaka (dalam pedalangan Jawa disebut Trembaka), Bima unggul dan membunuhnya, lalu menikahi adiknya, yaitu raseksi Hidimbi atau Arimbi yang jatuh hati pada Bima. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca. Setelah melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan Pancala. Di sana tersiar kabar bahwa Raja Drupada menyelenggarakan sayembara memperebutkan Dewi Drupadi. Adipati Karna mengikuti sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Drupadi. Pandawa pun turut serta menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti kaum brahmana. Pandawa ikut sayembara untuk memenangkan lima macam sayembara, Yudistira untuk memenangkan sayembara filsafat dan tatanegara, Arjuna memenangkan sayembara senjata Panah, Bima memenangkan sayembara Gada dan Nakula Sadewa memenangkan sayembara senjata Pedang. Pandawa berhasil melakukannya dengan baik untuk memenangkan sayembara. Drupadi harus menerima Pandawa sebagai suami-suaminya karena sesuai janjinya siapa yang dapat memenangkan sayembara yang dibuatnya itu akan jadi suaminya walau menyimpang dari keinginannya yaitu sebenarnya yang diinginkan hanya seorang Satriya Setelah itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka datang membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang wanita. (Dalam Pedalangan Jawa Drupadi hanya menjadi istri Yudistira / Puntadewa seorang). Agar tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua untuk dibagi kepada Pandawa dan Kurawa. Kurawa memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura, sementara Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha. Baik Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah Duryudana tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi Drupadi. Hal tersebut membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa Untuk merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira, Duryudana mengundang Yudistira untuk main dadu, ini atas ide dari Arya Sengkuni. Pada saat permainan dadu, Duryudana diwakili oleh Sengkuni sebagai bandar dadu yang memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Permulaan permainan taruhan senjata perang, taruhan pemainan terus meningkat menjadi taruhan harta kerajaan, selanjutnya prajurit dipertaruhkan, dan sampai pada puncak permainan Kerajaan menjadi taruhan, Pandawa kalah habislah semua harta dan kerajaan Pandawa termasuk saudara juga dipertaruhkan dan yang terakhir istrinya Drupadi dijadikan taruhan. Akhirnya Yudistira kalah dan Drupadi diminta untuk hadir di arena judi karena sudah menjadi milik Duryudana. Duryudana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Drupadi, namun Drupadi menolak. Setelah gagal, Duryudana menyuruh Dursasana adiknya, untuk menjemput Drupadi. Drupadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun Drupadi menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Drupadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna yang melihat Dropadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di Indraprastha. Drupadi yang merasa malu dan tersinggung oleh sikap Dursasana bersumpah tidak akan menggelung rambutnya sebelum dikramasi dengan darah Dursasana. Bima pun bersumpah akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, Drestarastra merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala harta Yudistira yang dijadikan taruhan. Duryudana yang merasa kecewa karena Drestarastra telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya, menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini, siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun. Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryudana. Namun Duryudana bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan masih banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di Bharatawarsha seperti misalnya Drupada, Setyaki, Drestadjumna, Srikandi, dan lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu Duryudana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Kurawa sekaligus mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Kurawa. Kurawa dibantu oleh Resi Dorna dan putranya Aswatama, kakak ipar para Kurawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kertawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sengkuni, Karna, dan masih banyak lagi. Bharatayuda : Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatria yang gugur, seperti misalnya Abimanyu, Durna, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Prabu Matswapati dan puteranya (Raden Seta, Raden Utara, Raden Wratsangka), Bhogadatta, Sengkuni, dan masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah dan pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari kedelapan belas, hanya sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa,Yuyutsu, Setyaki, Aswatama, Krepa dan Kartamarma. Setelah perang berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura bergelar Prabu Kalimataya Setelah memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan Drupadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan mencapai surga. (Diceritakan dalam kisah Pandawa Seda) Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana. Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya. Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura. Berikut beberapa lakon pewayangan Jawa Mahabharata : Gandamana Luweng Babad Alas Wanamarta Kelahiran Antareja Gatotkaca Lahir Arjuna Wiwaha Abimanyu Lahir Wisanggeni Lahir Sitija Takon Bapa Rebut Kikis Tunggarana Samba Juwing Semar Gugat Petruk Dadi Ratu Nakula Sadewa Lahir Pandu Swargo Semar Kuning Semar Mantu Gandamana Luweng Kangsa Adu Jago Irawan Maling Gatotkaca Winisuda (Brajadenta Mbalela)

Sunda

Carita Mahabharata dimimitian ku pasamoan Prabu Duswanta sareng Sakuntala. Raja Duswanta nyaéta raja hébat ti Chandrawangsa, katurunan Yayati, kawin Sakuntala ti padepokan Bagawan Kanwa, teras dikirimkeun Sang Bharata. Sang Bharata ngirimkeun Sang Hasti, anu engké ngadegkeun pusat pamaréntahan anu dingaranan Hastinapura. Sang Hasti ngintunkeun Raja-raja Hastinapura. Ti kulawarga ieu, lahir Kuru, anu ngatur sareng ngahucikeun tempat anu ageung disebat Kurukshetra. Sang Kuru turunan tina Dinasti Kuru atanapi Dinasti Kaurawa. Dina dinasti ieu, Pratipa lahir, anu janten bapak King Santanu, karuhun Pandawa sareng Kurawa Maca Ogé Caranggana, Bambang Pamuksa (Tremboko sareng Pandu Autumn) Ngadegna nagara Hastina Prabu Santanu mangrupikeun raja anu pinter ti keturunan Kuru, anu asalna ti Hastinapura. Anjeunna nikah ka Dewi Ganga, anu dikutuk turun ka alam dunya, tapi Dewi Ganga ngantepkeun anjeunna kusabab Sang Prabu ngabobol janji jangji. Hubungan antara Prabu Siliwangi sareng Dewi Ganga parantos ngahasilkeun 7 murangkalih, tapi sadayana diidinan di laut Ganga ku Dewi Ganga ku alasan yén sadaya parantos dikutuk. Tapi saterusna murangkalih 8 disimpen ku Raja Santanu, anu dingaranan Dewabrata. Teras Dewi Ganggapun ngantunkeun Prabu Santanu.Ngaran Dewabrata dirobih janten ka Bélishma kusabab anjeunna nyababkeun bhishan pratigya, sumpah anu bakal diasingkeun salamina sareng henteu kantos ngawariskeun tahta ramana. Éta kusabab Bisma henteu hoyong anjeunna sareng turunanna pasea sareng katurunan Satyawati, indung indungna. Saatos Dewi Ganga angkat, Prabu Santanu tungtungna janten duda. Sababaraha taun saatosna, Prabu Santanu neraskeun hirupna kawin ku nikah sareng Dewi Satyawati, putri pamayang. Tina hubungan anu, Raja nyaéta putra Citranggada sareng Wicitrawirya. Demi kabagjaan duduluranna, Bisma angkat ka Karajaan Kasi sareng kéngingkeun pesaing sahingga anjeunna sukses nyangking tilu putri anu namina Amba, Ambika, sareng Ambalika, nikah ka duduluran. Kusabab Citranggada maot, Ambika sareng Ambalika kawin Wicitrawirya, sedengkeun Amba dipikacinta Bisma tapi Bisma nampik nyaah ka dirina sabab kabeungkeut ku sumpah yén anjeun moal nikah pikeun hirup. Dina usaha ngajauhan Amba ngajauhan anjeunna, anjeunna henteu ngahaja nembak panah tina dada Amba. Nalika anjeunna tilar dunya, Bhishma dicarioskeun yén Amba engké tiasa dibentuk ulang janten pangeran anu ngagaduhan ciri awéwé, nyaéta putra King Drupada, anu nami Srikandi. (Dina versi basa Jawa, Srikandi mangrupikeun awéwé anu nyata.) Kadieunakeun pupusna ogé bakal aya dina panangan Srikandi anu ngabantosan Arjuna dina perang agung di Kurukshetra.Citranggada tilar dunya dina yuswa ngora dina peperangan, teras anjeunna diganti ku lanceukna, Wicitrawirya. Wicitrawirya ogé pupus dina yuswa anom sareng teu ngagaduhan waktos gaduh anak. Satyawati ngirim dua istri Wicitrawirya, nyaéta Ambika sareng Ambalika pikeun nepungan Rishi Byasa, sabab Rishi di ajak ngayakeun upacara pikeun aranjeunna gaduh turunan. Satyawati nyarioskeun ka Ambika pendakian Rishi Byasa dina ruangan upacara. Saatos Ambika asup ka kamar upacara, anjeunna ningali pameunteu Sang Rishi kalayan pikasieuneun panon. Éta damel anjeunna nutup panonna. Kusabab Ambika nutup panonna nalika upacara na, putrana lahir buta. Anak éta Drestarastra. Teras Ambalika disaur ku Satyawati ngadatangan Byasa dina hiji rohangan waé, sareng di dinya anjeunna bakal dipasihkeun kado. Anjeunna ogé disuruh ngajaga mata supaya henteu ngalahirkeun putra anu buta di Drestarastra, sapertos anu dilakukeun ku Ambika. Ku sabab kitu, Ambalika terus matana kabuka tapi anjeunna kabalik palay ningali ningali rongkah tina Bagawan Byasa. Ku sabab éta, Pandu (putrana), bapa Pandawa, lahir palid. Drestarastra sareng Pandu ngagaduhan satengah lanceuk anu namina Widura. Widura nyaéta putra Resi Byasa sareng saurang pembantu Satyawati anu nami Datri. Dina waktu upacara anjeunna lumpat ka luar kamar sareng tungtungna murag murag supados Widura ngalahir ku sikina.Kusabab Drestarastra lahir buta, tahta Hastinapura dipasihan ka Pandu. Pandu kawin sareng Dewi Kunti, teras Pandu kawin kalina sareng Madrim, tapi kusabab kasalahan Pandu nalika nembak kidang cinta, si kijang ngaluarkeun kutukan yén Pandu moal deui ngaraos hubungan salaki sareng garwa, sareng upami anjeunna didamel, maka Pandu bakal maot. Kancil teras maot ku ngarobih kana bentuk aslina, nyaéta pandita. Teras kusabab ngalaman kajadian anu siga kitu, Pandu teras ngajak dua garwa na ka Mantenan anu Maha Agung supaya aranjeunna dipasihan anak. Ku bantosan mantra anu dipasihkeun ku Resi Druwasa, Dewi Kunti sanggup nyauran déwa-dewa teras nampi putra lalaki. Mimiti anjeunna nyobian mantra ieu sumping ka Batara Surya, sareng sanésna Kunti hamil sareng ngalahirkeun hiji anak anu saterasna dibéré nami Karna. Tapi Karna teras dibawa ka laut sareng diurus ku Kuravas, supados engké salami perang Bharatayudha, Karna sisi sareng Kurawa.Teras di pamundut Pandu, Kunti nyobian mantra éta deui, Batara Guru ngutus Batara Dharma pikeun ngabuahan Dewi Kunti sahingga putra kahiji dilahirkeun, nyaéta Yudistira, sataun saatos Batara Bayu ogé diutus pikeun ngabuahan Dewi Kunti sahingga Bima ngalahir, Batara Guru ogé ngutus Batara Indra pikeun ngabuahan. Dewi Kunti sahingga Arjuna lahir sareng tungtungna Batara Aswan sareng Aswin diutus pikeun ngabuahan Dewi Madrim, sahingga lahir Nakula sareng Sadewa lahir. Lima putra putra Pandu dikenal salaku Pandawa. Buta Dretarastra nikah sareng Dewi Gendari, sareng gaduh salapan puluh salapan putra sareng putri anu katelah Kurawa. Pandawa sareng Kuravas aya dua kelompok anu béda-béda karakter tapi asalna ti karuhun anu sami, nyaéta Kuru sareng Bharata. Sang Kurawa (khususna Duryudana) licik sareng sering timburu kana kakuatan Pandawa, sedengkeun Pandawa tenang sareng teras sabar nalika dibuli ku misan. Bapana Kur Kuras, nyaéta Drestarastra, seueur pisan mikaresep putra-putrana. Ieu nyababkeun anjeunna sering diasuh ku beuteung na, Sengkuni, sareng putrana karesepna, Duryudana, ngantepkeun anjeunna ngalaksanakeun rencana jahat pikeun ngaleungitkeun Pandawa. Sakali dina waktosna, Duryudana ngajak Kunti sareng Pandawa pikeun liburan. Di dinya aranjeunna tinggal di hiji imah anu disayogikeun ku Duryudana. Peuting, imah kasebut kabeuleum.Tapi Pandawa tiasa disalametkeun ku Bima, anu parantos dicaritakeun ku Widura ngeunaan licik Kurawa supados henteu diduruk diduruk di bumi. Sanggeus nyalametkeun diri, Pandawa sareng Kunti asup ka leuweung. (nyarioskeun dina palaku Bale Sigala-gala) Di leuweung éta, Bima nyumponan hiji raksasa anu namina Arimba anu hoyong males pati tina bapakna, Arimbaka (dina kirik Jawa anu disebut Trembaka), Bima ngajempolan sareng maéhan anjeunna, teras nikah sareng lanceukna, Raseksi Hidimbi atanapi Arimbi anu asih asih Bima. Tina pernikahan ieu, Gatotkaca lahir. Sanggeus ngalangkungan leuweung, Pandawa ngalangkungan Karajaan Pancala. Di dinya wartosna nyebarkeun Raja Drupada ngayakeun kompetisi pikeun ngalawan Dewi Drupadi. Adipati Karna milu dina lomba, tapi ditolak ku Drupadi. Pandawa ogé ngaluuhan sayembara, tapi aranjeunna nganggo pakean brahmana. Pandawa milu kompetisi pikeun menang lima jinis kompetisi, Yudistira kéngingkeun kompetisi pikeun filosofi sareng tatanan negeri, Arjuna kéngingkeun kompetisi pakarang Panah, Bima kéngingkeun kompetisi Gada sareng Nakula Sadewa kéngingkeun kompetisi Pedang. Pandawa junun kéngingkeun saé menang kompetisi.Drupadi kedah nampi Pandawa salaku salakina kusabab dumasarkeun jangji yén saha waé anu tiasa menangkeun pesaing anu dilakukeun anjeunna bakal janten salakina sanaos anjeunna nyimpang tina hajatna, éta saleresna anu kéngingkeun ngan ukur hiji Satriya. Saatos éta tarung pédah kumargi rame-rame na margi sabab para Brahmana henteu sakinten ngiringan pasanggiri. Pandawa perang tuluy kabur. Nalika aranjeunna dugi ka bumi, aranjeunna nyarios ka ibu anu parantos sumping sareng hasil ngemis. Indungna ogé maréntahkeun yén hasil dibagi sami diantara sadayana duduluranna. Nanging, pikeun kaget anjeunna, anjeunna ningali yén barudak na dibawa henteu ngan ukur hasil ngemis, tapi ogé awéwé. (Dina basa Jawa Pedalangan Drupadi ngan ukur janten pamajikan Yudistira / Puntadewa). Pikeun nyingkahan perang anu galak, Karajaan Kuru dibagi dua janten dibagi antara Pandawa sareng Kurawa. Kauravas maréntah utama (tengah) Karajaan Kuru sareng ibukota Hastinapura, sedengkeun Pandawa maréntah Karajaan Kurujanggala sareng ibukota Indraprastha. Kadua Hastinapura sareng Indraprastha kagungan istana anu megah, sareng di dinya Duryudana nyemprot kana kolam renang anu anjeunna panginten janten lantai, ku kituna anjeunna janten sumber hinaan ku Drupadi. Hal ieu nyababkeun anjeunna langkung ambek ka Pandawa Pikeun ngarebut kakayaan sareng karajaan Yudistira, Duryudana ngajak Yudhisthira maén dadu, ieu dumasar kana ideu ti Arya Sengkuni.Dina mangsa kaulinan dadu, Duryudana diwakilan ku Sengkuni salaku padagang dadu anu ngagaduhan kakawasaan curang. Dina awal pertandingan taruhan perang, patandingan game terus ningkat kana patok khazanah karajaan, teras prajurit aya anu prihatin, sareng dugi ka puncak game Karajaan dibantah, Pandawa kaleungitan sadaya harta sareng karajaan Pandawa kaasup duduluran ogé dibanting sareng pamustunganana Drupadi parantos aya. Tungtungna, Yudistira éléh sareng Drupadi dipénta hadir dina aréna judi sabab éta milik Duryudana. Duryudana ngutus pangawal-Na pikeun nyandak fetus Drupadi, tapi Drupadi nampik. Saatos gagal, Duryudana nitah adina Dursasana, ngajemput Drupadi. Drupadi anu nolak sumping, diséréd ku Dursasana anu henteu gaduh rasa kamanusaan. Rambutna ditarik nepi ka tempat judi, dimana salakina sareng mertua kumpul. Kusabab anjeunna éléh, Yudhisthira sareng sadaya adina na dipénta ngaleupaskeun baju, tapi Drupadi nampik. Dursasana, anu karakter dina kasar, narik kaén anu dipakupkeun ku Drupadi, tapi kaén na diteruskeun sareng teu eureun sabab kéngingkeun kakuatan gaib ti Pangéran Kresna anu ningali Draupadi dina bahaya. Bantuan Sri Krishna nyaéta kusabab kalakuan Draupadi pikeun ngorondang tatu Sri Kresna nalika upacara Rajasuya di Indraprastha.Drupadi anu isin sareng disinggung ku sikep Dursasana sumpah henteu melengkung rambutna dugi ka kenténg getih Dursasana. Bima ogé sumpah maéhan Dursasana sareng nginum getih na engké. Saatos sumpah, Drestarastra ngarasa yén bencana bakal katurunan katurunan, sahingga anjeunna kasumpingan sadayana Yudhisthira anu diaktrok. Duryudana, anu kuciwa yén Drestarastra parantos mulih sadayana barang anu dipilampah anjeunna, ngayakeun kaulinan dadu pikeun kadua kalina. Waktu ieu, saha waé anu leungit kedah mundur ka leuweung 12 taun, saatos éta hirup dina taun incognito, sareng saatos éta ngagaduhan hak mulang deui ka karajaan na. Pikeun kadua kalina, Yudhisthira nuturkeun pertandingan sareng sakali anjeunna éléh. Kusabab éléh ieu, Pandawa kapaksa ngantepkeun karajaanna 12 taun sareng cicing dina jangka waktu incognito salami sataun. Saatos période pengasingan ditungtut sareng saluyu sareng perjanjian anu valid, Pandawa ngagaduhan hak nyandak mundur karajaan dipimpin ku Duryudana. Nanging Duryudana jahat. Anjeunna henteu hoyong pasrahkeun karajaan ka Pandawa, bahkan siga ujung jarumna. Hal ieu ngajantenkeun Pandawa kabeungharan ku kasabaran. Sri Krishna ngalaksanakeun misi damai, tapi gagal sababaraha kali.Tungtungna, tarung teu bisa dilawan Pandawa nyoba mendakan sekutu sareng anjeunna nampi pitulung pasukan ti Karajaan Kekaya, Karajaan Matsya, Karajaan Pandya, Karajaan Chola, Karajaan Kerala, Karajaan Magadha, Karajaan Yadawa, Karajaan Dwaraka, sareng seueur deui. Salaku tambahan, ksatria anu hébat di Bharatawarsha sapertos Drupada, Setyaki, Drestadjumna, Srikandi, sareng anu sanésna nyandak sisi Pandawa. Samentara éta Duryudana ngajak Bhishma pikeun mingpin pasukan Kurawa sareng nunjuk anjeunna salaku komandan pangluhurna pasukan Kurawa. Kurawa dibantuan ku Resi Dorna sareng putrana Aswatama, kakang ipar Kurawa Jayadrata, ogé Krepa, Kertawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sengkuni, guru Karna sareng seueur deui. Bharatayuda: Perangna lumangsung pinuh 18 dinten. Dina perang éta, seueur ksatria maot, sapertos Abimanyu, Durna, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Prabu Matswapati sareng putrana (Radén Seta, Radén Utara, Radén Wratsangka), Bhogadatta, Sengkuni, sareng seueur deui. Anu 18 dinten éta ngeusi pertumpahan getih sareng pembunuhan dahsyat. Dina ahir poé ka-18, ngan sapuluh ksatria anu salamet perang, nyaéta: Lima Pandawa, Yuyutsu, Setyaki, Aswatama, Krepa sareng Kartamarma.Saatos perang berakhir, Yudhisthira dilantik Raja Hastinapura kalayan gelar Prabu Kalimataya. Sanggeus nguasaan sababaraha waktos, anjeunna masrahkeun tahta ka putu Arjuna, Parikesit. Salajengna, Yudistira sareng Pandawa sareng Drupadi naékkeun ka Himalaya janten tujuan akhir tina perjalananana. Aya aranjeunna maot sareng dugi ka sawarga. (Dicaritakeun dina carita Pandawa Seda) Parikesit aturan Karajaan Kuru sacara adil sareng bijaksana. Anjeunna nikah sareng Madrawati sareng gaduh putra namina Janamejaya. Janamejaya nikah ka Wapushtama (Bhamustiman) sareng gaduh putra namina Satanika. Satanika nyaéta putra Aswamedhadatta. Aswamedhadatta sareng turunanana teras mingpin Karajaan Kuru Wangsa di Hastinapura. Ieu mangrupikeun sababaraha drama Jawa Mahabharata drama: Gandamana Luweng Babad Alas Wanamarta Torojol Antareja Gatotkaca Dilahirkeun Arjuna Wiwaha Abimanyu Lahir Lahir Wisanggeni Bapa Sitija Takon Grab Kikis Tunggarana Samba Juwing Ngagem Semar Petruk Dadi Ratu Dilahirkeun Nakula Sadewa Pituduh Swargo Semar Kuning Hantu Semar Gandamana Luweng Kangsa Adu Jago Irawan Maling Gatotkaca Winisuda (Brajadenta Mbalela)

TerjemahanSunda.com | Bagaimana cara menggunakan terjemahan teks Indonesia-Sunda?

Semua terjemahan yang dibuat di dalam TerjemahanSunda.com disimpan ke dalam database. Data-data yang telah direkam di dalam database akan diposting di situs web secara terbuka dan anonim. Oleh sebab itu, kami mengingatkan Anda untuk tidak memasukkan informasi dan data pribadi ke dalam system translasi terjemahansunda.com. anda dapat menemukan Konten yang berupa bahasa gaul, kata-kata tidak senonoh, hal-hal berbau seks, dan hal serupa lainnya di dalam system translasi yang disebabkan oleh riwayat translasi dari pengguna lainnya. Dikarenakan hasil terjemahan yang dibuat oleh system translasi terjemahansunda.com bisa jadi tidak sesuai pada beberapa orang dari segala usia dan pandangan Kami menyarankan agar Anda tidak menggunakan situs web kami dalam situasi yang tidak nyaman. Jika pada saat anda melakukan penerjemahan Anda menemukan isi terjemahan Anda termasuk kedalam hak cipta, atau bersifat penghinaan, maupun sesuatu yang bersifat serupa, Anda dapat menghubungi kami di →"Kontak"


Kebijakan Privasi

Vendor pihak ketiga, termasuk Google, menggunakan cookie untuk menayangkan iklan berdasarkan kunjungan sebelumnya yang dilakukan pengguna ke situs web Anda atau situs web lain. Penggunaan cookie iklan oleh Google memungkinkan Google dan mitranya untuk menayangkan iklan kepada pengguna Anda berdasarkan kunjungan mereka ke situs Anda dan/atau situs lain di Internet. Pengguna dapat menyisih dari iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi Setelan Iklan. (Atau, Anda dapat mengarahkan pengguna untuk menyisih dari penggunaan cookie vendor pihak ketiga untuk iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi www.aboutads.info.)