Mahabarata adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh Bhagawan Byasa atau Wyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa. Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi. Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara sepupu mereka, seratus orang Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan kerajaan Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di Kurukshetra dan pertempuran tersebut berlangsung selama delapan belas hari. Ringkasan Cerita Mahabarata Kisah Mahabharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang Bharata. Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra. Sang Kuru menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Kurawa Baca Juga Berdirinya Negara Hastina Gatotkaca Kembar Perkawinan Yudhisthira dengan Drupadi Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga yang dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat membuahkan 7 anak, akan tetapi semua ditenggelamkan ke laut Gangga oleh Dewi Gangga dengan alasan semua sudah terkena kutukan. Akan tetapi kemudian anak ke 8 bisa diselamatkan oleh Prabu Santanu yang diberi nama Dewabrata. Kemudian Dewi Ganggapun pergi meninggalkan Prabu Santanu. Nama Dewabrata diganti menjadi Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya yaitu sumpah untuk membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya. Hal itu dikarenakan Bisma tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan Satyawati, ibu tirinya. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan. Dari hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citranggada dan Wicitrawirya. Demi kebahagiaan adik-adiknya, Bisma pergi ke Kerajaan Kasi dan memenangkan sayembara sehingga berhasil membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba, Ambika, dan Ambalika, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya. Karena Citranggada wafat, maka Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya, sedangkan Amba mencintai Bisma namun Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur hidup. Demi usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Atas kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi menjadi seorang pangeran yang memiliki sifat kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada yang bernama Srikandi. (Kalau versi Jawa, Srikandi adalah seorang wanita sejati) Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi yang membantu Arjuna dalam pertempuran akbar di Kurukshetra. Citranggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat memiliki keturunan. Satyawati mengirim kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika untuk menemui Resi Byasa, sebab Sang Resi dipanggil untuk mengadakan suatu upacara bagi mereka agar memperoleh keturunan. Satyawati menyuruh Ambika agar menemui Resi Byasa di ruang upacara. Setelah Ambika memasuki ruangan upacara, ia melihat wajah Sang Resi sangat dahsyat dengan mata yang menyala-nyala. Hal itu membuatnya menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, maka anaknya terlahir buta. Anak tersebut adalah Drestarastra. Kemudian Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar sendirian, dan di sana ia akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putra yang buta Drestarastra seperti yang telah dilakukan Ambika Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan Byasa yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu (putranya), ayah para Pandawa, terlahir pucat. Drestarastra dan Pandu mempunyai saudara tiri yang bernama Widura. Widura merupakan anak dari Resi Byasa dengan seorang dayang Satyawati yang bernama Datri. Pada saat upacara dilangsungkan dia lari keluar kamar dan akhirnya terjatuh sehingga Widura pun lahir dengan kondisi pincang kakinya. Dikarenakan Drestarastra terlahir buta maka tahta Hastinapura diberikan kepada Pandu. Pandu menikahi Dewi Kunti,kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Dewi Madrim, namun akibat kesalahan Pandu pada saat memanah seekor kijang yang sedang kasmaran, maka kijang tersebut mengeluarkan kutukan bahwa Pandu tidak akan merasakan lagi hubungan suami istri, dan bila dilakukannya, maka Pandu akan mengalami ajal. Kijang tersebut kemudian mati dengan berubah menjadi wujud aslinya yaitu seorang pendeta. Kemudian karena mengalami kejadian buruk seperti itu, Pandu lalu mengajak kedua istrinya untuk bermohon kepada Hyang Maha Kuasa agar dapat diberikan anak. Atas bantuan mantra yang pernah diberikan oleh Resi Druwasa maka Dewi Kunti bisa memanggil para dewa untuk kemudian mendapatkan putra. Pertama kali mencoba mantra tersebut datanglah Batara Surya, tak lama kemudian Kunti mengandung dan melahirkan seorang anak yang kemudian diberi nama Karna. Tetapi Karna kemudian dilarung kelaut dan dirawat oleh Kurawa, sehingga nanti pada saat perang Bharatayudha, Karna memihak kepada Kurawa. Kemudian atas permintaan Pandu, Kunti mencoba mantra itu lagi, Batara Guru mengirimkan Batara Dharma untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahir anak yang pertama yaitu Yudistira, setahun kemudian Batara Bayu dikirim juga untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Bima, Batara Guru juga mengutus Batara Indra untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Arjuna dan yang terakhir Batara Aswan dan Aswin dikirimkan untuk membuahi Dewi Madrim, dan lahirlah Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal sebagai Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi Dewi Gendari, dan memiliki sembilan puluh sembilan orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah Kurawa. Pandawa dan Kurawa merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni Kuru dan Bharata. Kurawa (khususnya Duryudana) bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Kurawa, yaitu Drestarastra, sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya yaitu Sengkuni, beserta putera kesayangannya yaitu Duryudana, agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa Pada suatu ketika, Duryudana mengundang Kunti dan para Pandawa untuk liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh Duryudana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun para Pandawa bisa diselamatkan oleh Bima yang telah diberitahu oleh Widura akan kelicikan Kurawa sehingga mereka tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti masuk hutan. (diceritakan dalam lakon Bale Sigala-gala) Di hutan tersebut Bima bertemu dengan raksasa bernama Arimba yang ingin membalas dendam kematian Ayahnya yaitu Arimbaka (dalam pedalangan Jawa disebut Trembaka), Bima unggul dan membunuhnya, lalu menikahi adiknya, yaitu raseksi Hidimbi atau Arimbi yang jatuh hati pada Bima. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca. Setelah melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan Pancala. Di sana tersiar kabar bahwa Raja Drupada menyelenggarakan sayembara memperebutkan Dewi Drupadi. Adipati Karna mengikuti sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Drupadi. Pandawa pun turut serta menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti kaum brahmana. Pandawa ikut sayembara untuk memenangkan lima macam sayembara, Yudistira untuk memenangkan sayembara filsafat dan tatanegara, Arjuna memenangkan sayembara senjata Panah, Bima memenangkan sayembara Gada dan Nakula Sadewa memenangkan sayembara senjata Pedang. Pandawa berhasil melakukannya dengan baik untuk memenangkan sayembara. Drupadi harus menerima Pandawa sebagai suami-suaminya karena sesuai janjinya siapa yang dapat memenangkan sayembara yang dibuatnya itu akan jadi suaminya walau menyimpang dari keinginannya yaitu sebenarnya yang diinginkan hanya seorang Satriya Setelah itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka datang membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang wanita. (Dalam Pedalangan Jawa Drupadi hanya menjadi istri Yudistira / Puntadewa seorang). Agar tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua untuk dibagi kepada Pandawa dan Kurawa. Kurawa memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura, sementara Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha. Baik Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah Duryudana tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi Drupadi. Hal tersebut membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa Untuk merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira, Duryudana mengundang Yudistira untuk main dadu, ini atas ide dari Arya Sengkuni. Pada saat permainan dadu, Duryudana diwakili oleh Sengkuni sebagai bandar dadu yang memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Permulaan permainan taruhan senjata perang, taruhan pemainan terus meningkat menjadi taruhan harta kerajaan, selanjutnya prajurit dipertaruhkan, dan sampai pada puncak permainan Kerajaan menjadi taruhan, Pandawa kalah habislah semua harta dan kerajaan Pandawa termasuk saudara juga dipertaruhkan dan yang terakhir istrinya Drupadi dijadikan taruhan. Akhirnya Yudistira kalah dan Drupadi diminta untuk hadir di arena judi karena sudah menjadi milik Duryudana. Duryudana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Drupadi, namun Drupadi menolak. Setelah gagal, Duryudana menyuruh Dursasana adiknya, untuk menjemput Drupadi. Drupadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun Drupadi menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Drupadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna yang melihat Dropadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di Indraprastha. Drupadi yang merasa malu dan tersinggung oleh sikap Dursasana bersumpah tidak akan menggelung rambutnya sebelum dikramasi dengan darah Dursasana. Bima pun bersumpah akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, Drestarastra merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala harta Yudistira yang dijadikan taruhan. Duryudana yang merasa kecewa karena Drestarastra telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya, menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini, siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun. Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryudana. Namun Duryudana bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan masih banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di Bharatawarsha seperti misalnya Drupada, Setyaki, Drestadjumna, Srikandi, dan lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu Duryudana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Kurawa sekaligus mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Kurawa. Kurawa dibantu oleh Resi Dorna dan putranya Aswatama, kakak ipar para Kurawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kertawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sengkuni, Karna, dan masih banyak lagi. Bharatayuda : Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatria yang gugur, seperti misalnya Abimanyu, Durna, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Prabu Matswapati dan puteranya (Raden Seta, Raden Utara, Raden Wratsangka), Bhogadatta, Sengkuni, dan masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah dan pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari kedelapan belas, hanya sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa,Yuyutsu, Setyaki, Aswatama, Krepa dan Kartamarma. Setelah perang berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura bergelar Prabu Kalimataya Setelah memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan Drupadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan mencapai surga. (Diceritakan dalam kisah Pandawa Seda) Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana. Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya. Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura.
Mahabarata mangrupikeun karya sastra kuno anu cenah ditulis ku Bhagawan Byasa atanapi Wyasa ti India. Buku ieu diwangun ku dalapan belas buku, ku sabab kitu disebat Astadasaparwa. Nanging, aya ogé anu percanten yén carita ieu saleresna mangrupikeun kumpulan seueur carita anu tadina sumebar, dikumpulkeun ti abad ka 4 SM. Sakeudeung, Mahabharata nyarioskeun carita konflik antara lima urang Pandawa sareng dulur-dulurna, saratus Koravia, ngeunaan perselisihan hak-hak karajaan Kuru, kalayan pusat pamaréntahan di Hastinapura. Klimaksna nyaéta perang Bharatayuddha di Kurukshetra sareng perang éta lumangsung dalapan belas dinten. Ringkesan Carita Mahabarata Carita Mahabarata dimimitian ku Raja Duswanta pendak sareng Sakuntala. Raja Duswanta mangrupikeun raja hébat ti Chandrawangsa, katurunan Yayati, nikah ka Sakuntala ti padepokan Bagawan Kanwa, teras ngutus Sang Bharata. Sang Bharata ngantunkeun Sang Hasti, anu teras ngadegkeun pusat pamaréntahan anu disebat Hastinapura. Sang Hasti ngutus Raja-raja Hastinapura. Tina kulawarga ieu, lahir Kuru, anu ngawasa sareng nyucikeun daérah ageung anu disebat Kurukshetra. Sang Kuru turun ti Dinasti Kuru atanapi Dinasti Kaurawa.Dina dinasti ieu, Pratipa lahir, anu janten ramana Raja Santanu, karuhun Pandawa sareng Kaurawa Baca ogé Ngadegna Nagara Hastina Gatotkaca Kembar Nikah Yudhisthira sareng Drupadi Prabu Santanu mangrupikeun raja anu kawasa ti katurunan Kuru, asalna ti Hastinapura. Anjeunna nikah ka Déwi Ganga, anu dikutuk pikeun turun ka dunya, tapi Déwi Ganga ninggalkeun anjeunna kusabab Sang Prabu ngalanggar janji nikahna. Hubungan antara Sang Prabu sareng Dewi Ganga ngahasilkeun 7 anak, tapi sadayana tilelep dina lautan Ganga ku Dewi Ganga ku alesan yén aranjeunna sadayana dilaknat. Tapi teras anak ka 8 disalametkeun ku Raja Santanu, anu dingaranan Dewabrata. Teras Dewi Ganggapun angkat ti Raja Santanu. Ngaran Dewabrata dirobih janten Bhishma sabab anjeunna ngalakukeun prishna bhishan, sumpah janten selibat salamina sareng henteu pernah nampi tahta bapakna. Éta sabab Bisma henteu hoyong anjeunna sareng turunanana bentrok sareng turunan Satyawati, indung tirina. Saatos Dewi Ganga angkat, Prabu Santanu akhirna janten duda. Sababaraha taun saatosna, Prabu Santanu neraskeun kahirupan nikahna ku nikah ka Déwi Satyawati, putri pamayang. Tina hubungan éta, Raja mangrupikeun putra ti Citranggada sareng Wicitrawirya.Demi kabagjaan duduluranna, Bisma angkat ka Karajaan Kasi sareng meunang sayembara sahingga anjeunna suksés ngantunkeun tilu putri anu namina Amba, Ambika, sareng Ambalika, kanggo dikawinkeun sareng adi-adi na. Kusabab Citranggada maot, Ambika sareng Ambalika nikah ka Wicitrawirya, sedengkeun Amba mikanyaah Bisma tapi Bisma nolak bogoh ka anjeunna kusabab anjeunna kabeungkeut sumpah yén anjeunna moal nikah salami-lami. Dina upaya ngajauhkeun Amba jauh ti anjeunna, anjeunna teu kahaja némbak panah kana dada Amba. Saatos pupusna, Bhishma dicarioskeun yén Amba engkéna bakal dijantenkeun réinkarnasi salaku pangeran anu ngagaduhan ciri awéwé, nyaéta putra Prabu Drupada, namina Srikandi. (Dina vérsi basa Jawa, Srikandi mangrupikeun awéwé anu sajati.) Engké pupusna ogé bakal aya dina panangan Srikandi anu ngabantosan Arjuna dina perang hébat di Kurukshetra. Citranggada pupus dina yuswa ngora dina perang, teras anjeunna diganti ku lanceukna, Wicitrawirya. Wicitrawirya ogé pupus dina yuswa ngora sareng teu ngagaduhan waktos ngagaduhan murangkalih. Satyawati ngutus dua pamajikan Wicitrawirya, nyaéta Ambika sareng Ambalika kanggo pendak sareng Rishi Byasa, kusabab éta Rishi dipanggil ngayakeun upacara kanggo aranjeunna ngagaduhan turunan. Satyawati nitah Ambika pendak sareng Rishi Byasa di rohangan upacara. Saatos Ambika lebet ka rohangan upacara, anjeunna ningali raheut Sang Rishi pikasieuneun ku soca anu hérang. Éta ngajantenkeun anjeunna nutup panon.Kusabab Ambika nutup panon nalika upacara, putrana lahir buta. Anakna nyaéta Drestarastra. Teras Ambalika dititah ku Satyawati pikeun nganjang ka Byasa di rohangan nyalira, sareng di sana anjeunna bakal dipasihan hadiah. Anjeunna ogé dititah tetep panonna supados henteu ngalahirkeun putra anu buta di Drestarastra, sapertos naon anu dilakukeun ku Ambika. Ku sabab éta, Ambalika tetep panonna tapi anjeunna semu pucet saatos ningali penampilan luar biasa Bagawan Byasa. Ku alatan éta, Pandu (putrana), bapak Pandawa, lahir bulak. Drestarastra sareng Pandu ngagaduhan sadérék satengah namina Widura. Widura nyaéta putra Resi Byasa sareng pembantu Satyawati anu namina Datri. Dina waktos upacara anjeunna lumpat ka luar rohangan sareng akhirna murag ka handap sahingga Widura lahir sareng suku anu lemes. Kusabab Drestarastra lahir buta, tahta Hastinapura dipasihkeun ka Pandu. Pandu nikah ka Déwi Kunti, teras Pandu nikah pikeun kadua kalina sareng Madrim, tapi kusabab kalepatan Pandu nalika némbak kijang ku cinta, kijang ngaluarkeun sumpah yén Pandu moal ngaraos hubungan salaki sareng pamajikan, sareng upami anjeunna ngalakukeun, maka Pandu bakal maot. Sang kijang teras pupus ku robih kana bentuk aslina, nyaéta pandita.Teras kusabab ngalaman kajadian anu goréng sapertos kitu, Pandu teras ngundang dua istrina pikeun nyuhungkeun Nu Kawasa kanggo dipasihan murangkalih. Kalayan bantosan mantra anu dipasihkeun ku Resi Druwasa, Déwi Kunti sanggup nimbalan déwa teras kénging putra. Kahiji kalina anjeunna nyobaan mantra sumping Batara Surya, sareng teu lami Kunti hamil sareng ngalahirkeun anak anu teras dipasihan nami Karna. Tapi Karna teras dibawa ka laut sareng diurus ku urang Kurawa, sahingga engké nalika perang Bharatayudha, Karna ngabantosan Kauravia. Teras pamundut Pandu, Kunti nyobian mantra deui, Batara Guru ngutus Batara Dharma pikeun ngabuahan Dewi Kunti sahingga anak anu kahiji lahir, nyaéta Yudistira, sataun saatosna Batara Bayu ogé dikirim pikeun ngabuahan Dewi Kunti sahingga Bima lahir, Batara Guru ogé ngutus Batara Indra pikeun ngabuahan Dewi Kunti sahingga Arjuna lahir sareng akhirna Batara Aswan sareng Aswin dikintun pikeun pupuk Dewi Madrim, sareng Nakula sareng Sadewa lahir. Lima putra Pandu katelah Pandawa. Buta Dretarastra nikah ka Déwi Gendari, sareng ngagaduhan salapan puluh salapan putra sareng saurang putri katelah Kurawa. Pandawa sareng Kurawa mangrupikeun dua kelompok anu ngagaduhan ciri anu béda-béda tapi asalna tina karuhun anu sami, nyaéta Kuru sareng Bharata.Kauravia (khususna Duryudana) licik sareng sok timburu kaunggulan Pandawa, sedengkeun Pandawa tenang sareng teras sabar nalika diganggu ku dulur-dulurna. Bapa urang Kurawa, nyaéta Drestarastra, resep pisan ka putra-putrana. Hal éta ngajantenkeun anjeunna sering dihasut ku lanceukna, Sengkuni, sareng putra karesepna, Duryudana, ngantepkeun anjeunna ngalakukeun rencana jahat pikeun ngaleungitkeun Pandawa. Sakali mangsa, Duryudana ngajak Kunti sareng Pandawa pikeun pakansi. Di dinya aranjeunna cicing di bumi anu parantos disayogikeun ku Duryudana. Peutingna, imahna diduruk. Tapi Pandawa tiasa disalametkeun ku Bima, anu parantos dicarioskeun ku Widura ngeunaan licik Kurawa supados aranjeunna henteu kaduruk hirup-hirup di bumi. Saatos nyalametkeun diri, Pandawa sareng Kunti lebet ka leuweung. (dicarioskeun dina lakon Bale Sigala-gala) Di leuweung Bima patepung sareng raksasa anu namina Arimba anu badé males ka pupusna bapakna, nyaéta Arimbaka (dina pawayangan Jawa disebut Trembaka), Bima unggul sareng maéhan anjeunna, teras nikah ka lanceukna, Raseksi Hidimbi atanapi Arimbi anu bogoh ka Bima. Tina perkawinan ieu, Gatotkaca lahir. Saatos ngalangkungan leuweung leuweung, Pandawa ngaliwat Karajaan Pancala. Di dinya aya berita sumebar yén Raja Drupada ngayakeun pasanggiri memperjuangkeun Déwi Drupadi.Adipati Karna miluan pasanggiri, tapi ditolak ku Drupadi. Pandawa ogé ngiringan kontes éta, tapi aranjeunna nganggo baju sapertos brahmana. Pandawa ilubiung dina kompetisi meunang lima rupa kompetisi, Yudistira meunang kompetisi pikeun filsafat sareng katertiban nagara, Arjuna meunang kompetisi senjata Panah, Bima meunang kompetisi Gada sareng Nakula Sadewa meunang kompetisi Pedang. Pandawa hasil pikeun ngalakukeun éta pikeun meunang pasanggiri. Drupadi kedah nampi Pandawa salaku salakina sabab numutkeun jangji saha anu tiasa meunang persaingan anu dilakukeunana bakal janten salakina sanaos anjeunna nyimpang tina kahoyongna, anu saleresna anu dipikahoyong ku satriya. Saatos éta gelut pecah sabab balaréa gumujeng kusabab urang Brahmana henteu kedah ngiringan kana pasanggiri. Pandawa perang teras kabur. Nalika aranjeunna dugi ka bumi, aranjeunna ngawartoskeun ka indungna yén aranjeunna sumping sareng hasil ngemis. Indungna ogé maréntahkeun éta hasilna dibagi sami sareng sadaya duduluranna. Nanging, heranna, anjeunna ningali yén murangkalihna henteu ngan ukur hasil ngemis, tapi ogé awéwé. (Dina Pedalangan Jawa Drupadi ngan ukur janten pamajikan Yudistira / Puntadewa). Pikeun nyegah gelut anu sengit, Karajaan Kuru dibagi dua janten dibagi antara Pandawa sareng Kaurawa.Kauravas maréntah Karajaan Kuru utama (tengah) kalayan ibukota Hastinapura, sedengkeun Pandawa maréntah Karajaan Kurujanggala kalayan ibukota Indraprastha. Boh Hastinapura sareng Indraprastha ngagaduhan istana megah, sareng di dinya Duryudana terjun ka kolam renang anu disangka lantai, janten anjeunna janten sumber ejekan pikeun Drupadi. Ieu ngajantenkeun anjeunna langkung ambek ka Pandawa Pikeun ngarebut kakayaan sareng karajaan Yudhisthira, Duryudana ngajak Yudhisthira maén dadu, ieu didasarkeun tina ideu ti Arya Sengkuni. Nalika pertandingan dadu, Duryudana diwakilan ku Sengkuni salaku dealer dadu anu ngagaduhan kakuatan pikeun curang. Dina mimiti pertandingan taruhan senjata perang, taruhan taruhan terus ningkat kana taruhan khasanah karajaan, teras para prajurit dipertarung, sareng dugi ka puncak pertandingan Karajaan dipertaruhkan, Pandawa kaleungitan sadaya harta sareng karajaan Pandawa kalebet saderek ogé dipertaruhkan sareng pamustunganana pamajikanana Drupadi dipertaruhkan. Ahirna, Yudhisthira éléh sareng Drupadi dipénta pikeun sumping ka arena judi sabab éta milik Duryudana. Duryudana ngutus hansipna pikeun ngukut Drupadi, tapi Drupadi nolak. Saatos gagal, Duryudana maréntahkeun adi na Dursasana, pikeun nyandak Drupadi. Drupadi anu nolak datang, kaséréd ku Dursasana anu teu boga rasa kamanusaan.Rambutna ditarik nepi ka arena judi, tempat salakina jeung mertuana kumpul. Kusabab anjeunna éléh, Yudhisthira sareng sadaya adi-adi na dipénta ngaleupaskeun baju, tapi Drupadi nolak. Dursasana, anu watekna kasar, narik lawon anu diagem ku Drupadi, tapi lawonna teras teu liren sabab anjeunna ngagaduhan kakuatan gaib ti Pangéran Kresna anu ningali Draupadi dina bahaya. Bantosan Sri Kresna disababkeun ku kalakuan Draupadi tina ngabungkus tatu Sri Kresna nalika upacara Rajasuya di Indraprastha. Drupadi anu éra sareng kasinggung ku sikep Dursasana sumpah moal ngagulung rambutna dugi ka dikerem ku getih Dursasana. Bima ogé sumpah pikeun maéhan Dursasana sareng nginum getihna engké. Saatos sumpah, Drestarastra ngaraos musibah bakal tumiba ka turunanana, maka anjeunna ngabalikeun sadaya harta Yudhisthira anu parantos dipasihan. Duryudana, anu kuciwa Drestarastra parantos ngembalikan sadaya harta milik anjeunna, ngayakeun pertandingan dadu pikeun kadua kalina. Kali ieu, saha waé anu éléh kedah mundur ka leuweung salami 12 taun, saatos éta hirup dina sataun samaran, sareng saatos éta ngagaduhan hak pikeun balik deui ka karajaanna deui. Pikeun kadua kalina, Yudhisthira nuturkeun pertandingan sareng sakali deui anjeunna éléh.Kusabab eleh ieu, Pandawa dipaksa ninggalkeun karajaanna salami 12 taun sareng hirup dina jaman samaran salami sataun. Saatos jaman pengasingan réngsé sareng saluyu sareng perjanjian anu sah, Pandawa ngagaduhan hak pikeun nyandak deui karajaan anu dipimpin ku Duryudana. Nanging Duryudana jahat. Anjeunna henteu hoyong masrahkeun karajaan ka Pandawa, sanaos dugi ka tungtung jarum. Hal éta ngajantenkeun Pandawa béak kasabaran. Sri Kresna ngalaksanakeun misi anu damai, tapi gagal sababaraha kali. Tungtungna, gelut éta teu bisa dihindari Pandawa nyobian milari sekutu sareng anjeunna kéngingkeun bantosan pasukan ti Karajaan Kekaya, Karajaan Matsya, Karajaan Pandya, Karajaan Chola, Karajaan Kerala, Karajaan Magadha, Karajaan Yadawa, Karajaan Dwaraka, sareng seueur deui. Salain ti éta satria hébat di Bharatawarsha sapertos Drupada, Setyaki, Drestadjumna, Srikandi, sareng anu sanésna nyandak sisi Pandawa. Samentawis éta Duryudana naros ka Bhishma pikeun mingpin pasukan Kurawa sareng nunjuk anjeunna salaku komandan pangluhurna tentara Kurawa. Kurawa dibantuan ku Resi Dorna sareng putrana Aswatama, lanceuk lalaki Kurawa, Jayadrata, ogé Krepa, Kertawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sengkuni, guru Karna sareng seueur deui. Bharatayuda: Perangna lumangsung 18 dinten lengkep.Dina perang éta, seueur ksatria anu maot, sapertos Abhimanyu, Durna, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Prabu Matswapati sareng putra-putrana (Raden Seta, Raden Utara, Raden Wratsangka), Bhogadatta, Sengkuni, sareng seueur deui. 18 dinten éta dieusian ku getih sareng pembantaian anu pikasieuneun. Dina akhir dinten ka dalapan belas, ngan sapuluh ksatria anu salamet tina perang, nyaéta: Lima Pandawa, Yuyutsu, Setyaki, Aswatama, Krepa sareng Kartamarma. Saatos perang réngsé, Yudistira dinobatkeun janten Raja Hastinapura kalayan gelar King Kalimataya. Saatos maréntah sababaraha lami, anjeunna masrahkeun tahta ka putu Arjuna, Parikesit. Teras, Yudhisthira sareng Pandawa sareng Drupadi naék Himalaya salaku tujuan akhir tina perjalanan aranjeunna. Di dinya aranjeunna maot sareng dugi ka surga. (Dicaritakeun dina carita Pandawa Séda) Parikesit maréntah Karajaan Kuru kalayan adil sareng bijaksana. Anjeunna nikah ka Madrawati sareng ngagaduhan putra jenenganana Janamejaya. Janamejaya nikah ka Wapushtama (Bhamustiman) sareng ngagaduhan putra jenengan Setanika. Setanika nyaéta putra Aswamedhadatta. Aswamedhadatta sareng turunanana teras mingpin Karajaan Kuru Wangsa di Hastinapura.
Semua terjemahan yang dibuat di dalam TerjemahanSunda.com disimpan ke dalam database. Data-data yang telah direkam di dalam database akan diposting di situs web secara terbuka dan anonim. Oleh sebab itu, kami mengingatkan Anda untuk tidak memasukkan informasi dan data pribadi ke dalam system translasi terjemahansunda.com. anda dapat menemukan Konten yang berupa bahasa gaul, kata-kata tidak senonoh, hal-hal berbau seks, dan hal serupa lainnya di dalam system translasi yang disebabkan oleh riwayat translasi dari pengguna lainnya. Dikarenakan hasil terjemahan yang dibuat oleh system translasi terjemahansunda.com bisa jadi tidak sesuai pada beberapa orang dari segala usia dan pandangan Kami menyarankan agar Anda tidak menggunakan situs web kami dalam situasi yang tidak nyaman. Jika pada saat anda melakukan penerjemahan Anda menemukan isi terjemahan Anda termasuk kedalam hak cipta, atau bersifat penghinaan, maupun sesuatu yang bersifat serupa, Anda dapat menghubungi kami di →"Kontak"
Vendor pihak ketiga, termasuk Google, menggunakan cookie untuk menayangkan iklan berdasarkan kunjungan sebelumnya yang dilakukan pengguna ke situs web Anda atau situs web lain. Penggunaan cookie iklan oleh Google memungkinkan Google dan mitranya untuk menayangkan iklan kepada pengguna Anda berdasarkan kunjungan mereka ke situs Anda dan/atau situs lain di Internet. Pengguna dapat menyisih dari iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi Setelan Iklan. (Atau, Anda dapat mengarahkan pengguna untuk menyisih dari penggunaan cookie vendor pihak ketiga untuk iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi www.aboutads.info.)