Indonesia

Entah telah berapa hari, langkahku terasa sangat berat. Sangat berat untuk melangkah ke sekolah atau aku yang biasa menyebutnya “Penjara Pendidikan”. Aku masuk di salah satu SMP yang bisa terbilang cukup bagus untuk aku yang berasal dari kota Kabupaten. Ya, aku mengikuti keluargaku yang harus pindah karena tuntutan pekerjaan. Masa bodoh dengan keadaan ku. Mereka hanya peduli dengan pekerjaan mereka dan sangat jarang untuk sekedar menyapaku. Rasanya aku hanya ingin berada di kamar ku sepanjang hari, sebisa mungkin untuk tidak bertemu mereka karena mereka hanya akan menanyakan nilai ku di sekolah. Mereka bahkan tidak peduli dengan pergaulan ku di sekolah. Yang hanya ingin mereka tahu adalah perkembangan nilai akademik ku dan tidak segan-segan akan menghukum ku jika ada nilai yang Ada di bawah 90. Aku sangat merindukan lingkunganku yang dulu dimana banyak teman yang bermain dengan ku, bercanda dan tawa dan lain-lain. Sayangnya, hampir semua teman ku berada di SMP ku dulu yang merupakan Sekolah Asrama. Mereka tidak boleh berkomunikasi baik dengan orang tua maupun teman selama beberapa waktu. Hanya ada satu orang yang dapat dihubungi. Namun, ketika aku mencoba menghubungi nya ia hanya mengatakan sedang sibuk dan tidak dapat di ganggu. Omong kosong. Media sosialnya saja aktif dengan postingan-postingan nya yang hampir setiap hari. Kelihatannya dia telah menemukan teman baru di lingkungan baru nya dan melupakan teman-teman lamanya. Tempat tinggal ku yang baru ini pun sangat aneh. Setiap aku keluar dari rumah baru ku, banyak sampah dimana-mana. Belum lagi dengan segerombolan pemuda yang berkumpul disana-sini membuat jalanan yang sempit semakin sempit. Lengkaplah semua penderitaan ku di tempat baru ini. Hari pertama sekolah terasa cukup baik. Namun sepertinya merupakan pemicu hari-hari ke depannya. Layaknya murid pindahan lainnya, Aku datang ke sekolah dan mulai memperkenalkan diri. "Hai semuanya, Nama Saya Aldi dari SMP Wardani. Salam kenal semuanya." "Hai Aldi." Jawab setengah kelas. Hanya dua baris depan yang mendengar dan menyapa ku. Sisa nya terlihat sangat sibuk di bagian belakang atau ada yang memandang dengan wajah sinis. "Oke Aldi, duduk di kursi kosong di sebelah Kanan ya." Kata wali kelas ku yang kalau tidak salah bernama Bu Pita. "Baik bu." Kursi Dan meja ku kedua sisinya kosong. Sepertinya pemilik bangku sebelah tidak hadir atau apalah. Kemudian, mata pelajaran Bu Pita Dimulai. Lagi-lagi hanya 2 baris terdepan yang benar-benar memperhatikan dan mencatat. Barisan ku dan di belakang nya hanya memperhatikan sekilas dan bermain handphone. Bu Pita sepertinya melihat mereka namun cenderung tidak peduli kepada mereka dan tetap terus menerangkan pelajaran. Pelajaran berikutnya adalah pelajaran fisika yang diajarkan oleh Bu Aruna. "Anak-anak, seperti yang ibu janjikan minggu lalu, Hari ini akan diadakan Post-test mengenai materi terakhir." "Yah bu, setahu Saya masih minggu depan test nya. Lagian, Hari ini ada anak baru bu." Ujar seorang anak yang tadi memandang ku dengan sinis. "Pokoknya Kita akan tes hari ini karena minggu depan Kita harus masuk Materi baru. Oh iya Aldi, kamu juga ikut tes ya untuk menguji kemampuan kamu." Kata Bu Aruna sambil melihat papan nama pada seragam baru ku. Aku tidak punya pilihan lain dan hanya mengikuti tes nya saja. Tes pun dimulai dengan suasana yang kurang kondusif. Sepertinya masih banyak yang mengobrol dan berbisik-bisik dengan teman sebangkunya. Bu Aruna hanya sempat mengawasi pada awal-awal kemudian pergi keluar kelas untuk mengangkat panggilan telephone. Tes telah usai dan langsung diperiksa oleh Bu Aruna sementara kami diberikan waktu untuk membaca Materi baru. Setelah selesai, Bu Aruna langsung memberi tahu hasil tes kami masing-masing dengan cara mengumumkannya di depan kelas ditambah dengan menambahkan komentar-komentarnya untuk mereka yang nilainya dibawah rata-rata. Cara yang kurang bagus menurutku. "Refa, harus belajar lagi. Masa nilai mu 50 terus?" "Nadya 85, tingkatkan lagi." "Bella 78, tingkatkan." "Aldi 100, pertahankan ya nak." "Fani 65, belajar lagi." ..... Begitulah hingga nama semua anak telah disebutkan. "Kalian harusnya bisa mencontoh Aldi. Dia anak yang baru datang Hari ini dan nilainya yang paling bagus. Kalian yang sudah diajarkan Materi ini masih saja kurang." Ujar Bu Aruna. “Jangan lupa, hitungan beberapa bulan lagi kalian akan menghadapi Ujian Nasional. Kalian harus belajar keras untuk itu.” Aku hanya diam memandang Bu Aruna. Sejujurnya alasan aku mendapat nilai sempurna hanya karena sekolah ku sebelumnya telah lebih awal mengajarkan Materi tersebut. Saat ini aku merasa seisi kelas menatapku dengan sinis. Beberapa hari setelahnya, bangku sebelahku masih tetap kosong. Hari itu semua berjalan cukup baik hingga di waktu pelajaran sejarah. "Aldi, silahkan baca paragraf 1 kemudian dilanjutkan dengan Oliv." Aku pun mulai membaca "Tokoh lain yang sangat..." "Aldi, suara kamu belum terdengar. Coba diulangi." Kata guru Sejarah ku "Tokoh lain yang..." "Masih belum terdengar, Aldi." Kata guru ku lagi "TOKOH LAIN YANG SANGAT..." aku akhirnya membaca dengan setengah berteriak agar suara ku dapat terdengar hingga ujung kelas. "Badan mu besar tapi kok suara mu Kecil sekali seperti perempuan saja." Ujar guru ku di saat aku selesai membaca diiringi dengan tawa satu kelas. Harus ya dia mengatakan itu kepada seisi kelas? Memangnya kenapa kalau suara ku Kecil seperti perempuan? Apa hubungannya dengan bentuk badan ku? Memang kuakui kalau aku sedikit kelebihan berat badan. Tapi kenapa harus dihubungkan dengan karakter suara ku? Ternyata, hari itu tidak hanya berakhir disitu saja. Pelajaran setelah sejarah adalah pelajaran Olah raga dimana guru kami mengadakan tes lari cepat atau lari sprint. Aku telah berusaha berlari secepat mungkin dan mendapat urutan ke tiga dari lima orang hingga tiba-tiba Bruk! "Ups, hahahaha!" "Waduh, keras juga jatuhnya." Aku jatuh terjungkal dan mereka hanya meringis dan menertawaiku tanpa ada yang menolong. "Gak apa-apa nak?" "S-saya gak apa-apa,Pak." "Lain kali hati-hati ya nak." "Iya Pak, terima kasih." Sudahlah. Rasanya aku hanya ingin menguburkan diri di dalam lapangan ini. "Eh gimana tadi tes lari?" "Bodo amat lah aku urutan kedua." "Gapapa sih kalo urutan. Yang penting Kan waktunya." "Iya. Yang penting juga gak jatuh ahahaha." "Bener, hahaha!" Suara itu berasal dari arah belakang ku. Aku menengok ke belakang untuk mengecek suara itu. Hanya ada dua anak yang duduk di belakang ku yang sedang mengobrol "Eh, habis ini pelajaran apa?" "Matematika Kan? PR nya udah selesai?" "Belum, dikit lagi sih." Aku juga melihat ke kanan dan ke kiri tetapi lebih banyak yang bermain handphone. Maka aku kembali ke posisi semula "Eh dia nengok tuh." "Ck, ngapain sih liat-liat." “Mirip banget sama si..itu.” “Iya mirip banget.” ……… Di hari Senin, aku berangkat ke sekolah seperti biasa. Aku mencoba untuk mulai melupakan apa yang telah terjadi di hari-hari sebelumnya. Dengan mantap, aku melangkah ke gerbang sekolah dengan sedikit kejutan. Gerbang sekolah telah tertutup rapat dengan keadaannya yang sangat sepi. “Nak, mau ngapain ke sekolah?” tanya satpam sekolah dengan raut muka yang sangat bingung. “Hah? Sekolah lah pak.” “Gimana sih kamu? Hari ini kan sekolah libur. Guru-guru ada rapat mendadak. Memang sih baru kemarin di kasih tau.” “Oh gitu ya pak, maaf saya gak tahu sama sekali pak.” “Kamu anak kelas berapa ya? Kayaknya saya gak pernah lihat.” “Saya anak kelas 9 pak tapi baru pindah minggu lalu.” “Oh, pantesan. Pulang aja ya soalnya memang sekolah libur.” “Siap pak, makasih ya.” Aneh. Tidak ada yang memberi tahu info itu sama sekali di grup chat kelas. Tapi tampaknya bukan hanya aku yang seperti itu. Ada pula anak perempuan yang di diantar ibunya, datang ke sekolah pada hari itu seperti aku. Anak itu langsung pulang bersama ibunya begitu mengetahui kalau hari itu sekolah libur. Sementara aku harus menghubungi supir ku yang telah kembali ke rumah dan menunggu lama karena jarak rumah dan sekolah ku agak jauh. Setelah sampai di rumah, barulah muncul pemberitahuan mengenai sekolah yang diliburkan. Rasanya sangat janggal karena hanya aku yang tidak mendapat info tersebut. Dari reaksi mereka pun terlihat kalau mereka telah mengetahui info tersebut sebelumnya. Keesokan harinya, aku kembali lagi ke sekolah dan mulai menanyakan hal tersebut pada ketua kelas ku yang duduk di pojok kanan belakang. Kalau tidak salah namanya Rendy “Eh, kemarin kita libur ya Ren? Kenapa gak ada yang kasih tau?” “Kenapa? Gak kedengeran.” “Kemarin kita kan libur, kok gak ada info ya?” “Ada kok, lihat aja grup kelas.” Jawabnya singkat “Iya, tapi telat ngasih tahu nya. Aku jadi dateng ke sekolah kemarin.” “Ya ampun, kamu bener-bener ga lihat grup ya? Lain kali di liat dulu dong atau tanya. Udah ya, Bu Pita udah dateng.” Jawabnya dengan ketus bersamaan dengan masuknya Bu Pita ke dalam kelas. Kalau menurutku sepertinya dia seperti menutupi sesuatu. Tak lama setelah Bu Pita masuk, datanglah ibu yang mengantar anak perempuan kemarin ke kelasku bersama dengan kepala sekolah. Aku memang murid pindahan baru tetapi aku tahu kalau bapak itu adalah kepala sekolah ku. “Permisi bu, maaf saya terlambat.” “Gak apa-apa bu, Jadi kita bicarakan sekarang?.” “Iya bu.” “Oh oke, Anak-anak tunggu sebentar ya.” Bu Pita berjalan keluar kelas mengikuti ibu itu dan kepala sekolah. “Itu mamanya Fia kan? Mau ngapain tuh ?” “Iya, wajar sih soalnya Fia udah seminggu gak masuk sekolah.” “Anak-anak, teman kita Fia ternyata harus pindah sekolah karena mengikuti kepindahan keluarganya.” Begitu kata Bu Pita setelah kembali ke kelas “Bagus deh kalau pindah.” “Sayang padahal cocok banget kalo sebangku sama Aldi.” “Sama-sama nutupin pemandangan, hahaha.” Respon atas kepindahan anak itu aneh, seakan-akan dia merupakan orang yang paling di benci satu kelas. Aku ingin sekali bertanya tapi sepertinya mereka hanya akan mengacuhkan ku seperti sebelum-sebelumnya. “Oke anak-anak, untuk hari ini kita akan ada tugas berkelompok. Untuk kelompoknya sudah ibu buat, silahkan kalian menempati kelompok kalian masing-masing.” “Baik bu!” Aku melihat susunan kelompok di depan kelas ternyata aku sekelompok dengan Ketua kelas dan beberapa teman yang duduk sebaris dengan ku. Aku segera bergabung dengan mereka. “Eh geser sedikit dong, sempit soalnya.” kata Avi yang duduk disampingku “Aldi, Jangan duduk disitu, itu tempatnya Rendy.” “Oh oke.. Punten ya.” “Jadi kunaon ieu projekna?” “Kita buat prakteknya besok habis pulang sekolah saja ya.” “Eh maaf aku ga-” “Yaudah kamu buat laporan nya saja. Gampangkan?” “Iya kalau Aldi mah gampang ya?” “Oke, Jadi besok kita praktiknya. Buat yang gabisa besok yang bikin laporan dan presentasi ya.” “Oke.” “Sip.” “Eh jadinya yang buat laporan siapa?” “Anak-anak, untuk pelajaran ibu sampai sini dulu. Dikerjakan ya tugas nya.” “Baik bu, Terima kasih bu.” Lagi-lagi mereka mengacuhkan aku. Semoga saja aku bisa ikut praktikum besok agar tidak usah ikut presentasi. Besoknya sepulang sekolah, Aku mengikuti teman-temanku untuk mengikuti kerja kelompok. Aku mulai mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan sementara yang lain malah pergi membeli jajanan dan bermain games bersama. “Ayo kita mulai prakteknya.” “Sebentar di, tunggu yang lain dulu.” “Jam berapa ini pastinya? Aku gabisa lama-lama soalnya.” “Yaudah kalau gabisa pulang saja. Nanti tinggal kerjain Laporan sama presentasi.” Aku hanya menurut dan menunggu. Kira-kira tiga puluh menit kemudian baru lah mereka siap kecuali Aji yang tidak bisa ikut. Praktik kelompok pun dimulai dengan tidak hadiran Aji. Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam. Aku telah hampir menyelesaikan laporanku ketika ada panggilan masuk dari Aji. Kriiing! “Halo?” “Aldi, file presentasinya sudah aku kirim ya.” “Ini ya? Kok file nya susah dibuka ya?” “Bisa kok. Sudah ya, besok jangan lupa kamu yang presentasi.” Tut! Akhirnya file nya bisa dibuka. Tapi, isi materinya sangat singkat dan hampir tidak ada yang bisa di presentasikan. Mau tidak mau akhirnya akulah yang mengubah hampir semua isi dari file tersebut agar nilai kelompok kami tetap aman. Aku telah mencoba menghubungi teman sekelompok lainnya tetapi tidak ada yang merespon sama sekali. Jujur aku sedikit kesal dengan Aji karena dia hampir tidak melakukan apa-apa dan sekarang aku harus bergadang mengerjakan tugas presentasi. “Silahkan kelompok 3 maju untuk presentasi.” Aku dan Aji pun mulai mempresentasi. Lagi-lagi hanya aku yang mempresentasikannya. Aji terlihat bingung dengan materi yang dibawakan sehingga membuat Bu Pita menjadi curiga. “Kelompok 3, apakah Aji ikut bekerja?” “Iya bu, dia yang membuat presentasi.” Jawab Rendy “Kalau dia yang membuat presentasi kenapa dia tidak bisa menjawab pertanyaan? Aldi, apa benar Aji ikut bekerja?” Aku pun menceritakan yang sebenarnya kepada Bu Pita atas apa yang sebenarnya terjadi. “Aji, itu namanya kamu membebankan tugas kamu ke Aldi. Nilai kelompok tiga akan Ibu potong dan kamu harus mengulang presentasi ini sendiri.” “Tapi bu..” “Jangan menawar lagi. Ibu sudah beri kesempatan! Ibu tunggu presentasi kamu besok.” Jawab Bu Pita dengan nada suara yang cukup tajam. “Ba-baik bu.” Aku terkejut karena nilai kelompok ku harus dipotong. Padahal aku benar-benar berusaha baik dalam praktik dan membuat presentasi kelompok. Hasil presentasi kelompok ku juga kelihatannya lebih baik dibandingkan kelompok lainnya. “Aldi! Kenapa kamu bilang semuanya ke Bu Pita? Kemarin kan aku sudah buat presentasinya!” “Iya harusnya tidak usah bilang. Lihat, nilai kita jadi dipotong.” “Aku tidak mau tahu pokoknya ini salah kamu. Aldi.” Aku hanya diam. Jujur aku tidak tahu harus bagaimana karena memang yang terjadi pada Avi adalah seperti itu. Aku pun tidak bisa berbohong pada Bu Pita juga ikut merasa dirugikan karena harus menutupi pekerjaan Aji dan nilai yang harus dipotong. Setelah kejadian tersebut, seisi kelas seakan menganggap aku ini tidak ada. Di perparah dengan Aji yang kelihatannya membalas dendam nya pada ku dengan cara menyusupkan kertas yang berupa contekan ke dalam celah meja ketika ulangan berlangsung. Dan merekalah yang memancing guru untuk melakukan razia saat ulangan berlangsung dengan cara membuat bunyi seolah-olah ada yang menggunakan handphone ketika ulangan. Handphone tidak ditemukan, yang ada hanyalah contekan palsu di meja ku. “Ini punya kamu, Aldi?” “Bukan bu, saya juga tidak tahu kenapa bisa ada disitu.” “Bohong kamu. Selama ini kamu nyontek kan?” tuduh Aji “Aldi, sekarang kamu ikut ke ruang pengawas.” Tentu saja pada awalnya tidak ada satu pun yang percaya bahwa ini bukan perbuatanku. Untunglah sebelum orang tua ku dipanggil, aku meminta tolong untuk mengecek cctv kelas dan benar saja bahwa bukan aku yang melakukan perbuatan tersebut. Rencana balas dendam yang gagal, ditambah dengan masalah-masalah sebelumnya membuat mereka semakin tidak terima dan memulai ejekan-ejekan padaku. Apapun dilakukan mereka agar aku terlihat terganggu kecuali melakukan kekerasan seperti bertengkar yang dapat dipantau cctv kelas. Memang sih tidak semuanya terlibat. Yang lain hanya memandang ku dan membungkam mulut seakan tidak terjadi apapun agar tidak ikut diganggu sepertiku. Mereka terlalu takut untuk sekedar membelaku. Aku rasa pada akhirnya, mereka mulai menikmati apa yang terjadi kepada ku. Aku juga hanya menganggap tidak terjadi apa-apa pada diri ku sendiri walaupun sebenarnya aku terus berpikir Mengapa ini semua terjadi pada ku? Karena aku yang harus lebih unggul dari mereka? Karena aku yang suaranya kecil seperti perempuan? Karena badanku yang besar dan muka ku yang jelek? Karena aku yang tidak bisa berbohong di depan guru-guru? Apa yang harus aku lakukan? Pindah seperti teman sebangku ku yang tidak pernah kelihatan? Menghilang dari kelas? Semua pertanyaan itu terus ada seperti lagu yang terngiang-ngiang di kepala ku. Hari-hari berikutnya berjalan sangat lambat. Ujian Nasional semakin dekat tetapi yang kulihat masih banyak teman-temanku yang bersantai dan tidak peduli akan ujian tersebut. Mereka pun semakin menjadi-jadi. Ketika aku mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan, mereka akan berkata “Dasar cari perhatian.” atau ketika pelajaran olahraga dimulai, mereka akan berpura-pura jatuh di depan ku dan membuat suara jatuh yang menyebalkan dan dilebih-lebihkan. Tak jarang pula mereka memaki ku dengan menyebut nama binatang yang menyerupai diriku. Aku telah mencoba beberapa kali mengadukan hal ini kepada guru-guru yang tampaknya peduli dan peka akan masalah ini. Namun semuanya sama saja, mereka hanya berkata; “Ah, mereka hanya bercanda. Janganlah dianggap serius. Kamu harusnya lebih berbaur lagi dengan teman-teman di kelas.” Murid-murid yang mengalami ini tentunya tidak hanya aku. Tentunya selain murid-murid pelaku perundungan rupanya guru-guru kami yang kuanggap cukup peka tidak peduli akan masalah ini. Percuma saja sekolah ini memasang spanduk besar bertulis ‘ZONA ANTI BULLYING’ Pada akhirnya, mereka yang tahu kalau aku melapor ke guru langsung memanggilku dengan sebutan ‘Si Pengadu’ Tidak hanya kata-kata ejekan yang mereka keluarkan. Terkadang mereka melempar-lemparkan kertas ketika mereka bosan di kelas, sengaja menginjak-injak tas ku serta hal lain yang tidak bisa ku ceritakan disini. Puncak nya terjadi pada hari itu. Saat itu aku sedang berjalan untuk menuju ke tempat biasa untuk menunggu supir. Ketika melewati gang samping sekolah, aku tidak sengaja melihat Rendy, dan Aji yang sedang merokok disana. Aku hanya melihat mereka sekilas dan tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan. Toh, aku sudah punya banyak masalah. Untuk apa aku menambah masalah baru. Esoknya, mereka dipanggil ke ruang kepala sekolah atas kasus tersebut karena ternyata, tidak hanya aku yang melihat kejadian tersebut tetapi juga Pak Satpam sekolah yang kemudian mengambil gambar mereka. Akan tetapi setelah pelajaran selesai, mereka menendang meja di depanku dan meraih ujung seragam ku. “Kamu yang bilang kan? Jangan pura-pura tidak tahu!” “Kamu berani? Mentang-mentang deket sama guru?” “Selama ini kita masih sabar sama kamu. Ngelunjak sekarang hah?” “Jadi cowok kayak cewek saja. MAJU SINI!!” Buk! Duk! Hanya itu seingatku yang terjadi atau tepatnya hanya itu yang dapat aku ceritakan saat ini . Singkatnya setelah itu aku dibawa menggunakan tandu darurat dengan seragam sekolah yang robek disana-sini dan memar-memar di tubuhku. Semua mata tertuju kepadaku pada saat itu dan tidak dapat melakukan apapun hingga pada akhirnya Seorang pegawai sekolah melewati kelas ku dan melaporkannya. Ayah dan ibu datang tepat di hari itu dan tidak menerima atas perlakuan teman ku terhadap aku. Mereka ingin membawa persoalan ini ke ranah hukum. Namun setelah melalui pembicaraan panjang, mereka sepakat untuk mengeluarkan kedua anak tersebut dan membayar biaya pengobatanku. Luka di badan ku tidak terlalu buruk, hanya membutuhkan waktu seminggu untuk sembuh. Tetapi luka yang ada jauh di dalam seakan tidak pernah sembuh. Aku takut kalau harus bertemu lagi dengan mereka. Aku takut kalau harus kembali ke sekolah itu. Seakan ada banyak mata yang memandangiku dan mengasihaniku atas apa yang telah terjadi. Aku takut jika ada yang menyebut nama sekolahku atau aku yang melewati sekolah itu maka masalah-masalah tersebut menggentayangi pikiran ku. Semenjak hari itu, aku tidak pernah kembali kesana. Aku mengikuti Ujian nasional dan mendapatkan predikat nilai terbaik seperti yang orang tua ku inginkan meskipun aku tidak pernah hadir dalam acara kelulusan ataupun perpisahan. Aku hanya sendiri, mengurung diri di dalam kamar selama masa kelulusan ku dari SMP ke SMA. Tidak ada satupun teman yang peduli bahkan mungkin mereka tidak bisa mengenali diriku sekarang ini. Badan ku kini terlihat seperti diserap oleh sesuatu, suaraku semakin serak dan hampir tidak terdengar. Masa SMA akan dimulai. Aku hanya bisa meminta agar aku di sekolahkan di sekolah homeschooling sehingga aku tidak perlu menjalani hari-hari di sekolah dengan orang-orang lain seperti biasanya. Orang tua ku untuk pertama kalinya merasa khawatir atas kondisi yang terjadi pada ku untuk pertama kalinya juga mereka tidak memaksakan aku untuk meraih nilai tertinggi. Sayang, mereka tetap tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka. Sebagai gantinya, mereka menyewa seorang psikolog bernama Nico untuk menemani ku dan menceritakan bagaimana keadaan ku selama ini dengan harapan agar aku bisa kembali seperti semula. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan dengannya. Apa benar dia bisa menolong mengatasi semua yang telah aku alami? Mungkinkah ia akan hanya datang untuk memantau saja? Pertemuan pertama sangat buruk. Ia memiliki rupa yang mirip dengan salah satu teman sekelas, membuatku sempat tidak percaya kepadanya. Pertemuan pertama aku hanya diam seolah-olah tidak mendengar pertanyaan yang ia tanyakan kepada ku. Suasana itu terus berlanjut ke beberapa pertemuan lainnya. Tetapi melihatnya yang tidak menyerah untuk sekedar mencoba berbicara membuat aku merasa iba dan mulai menuruti perkataan-perkataannya. “Aldi, kalau kamu tidak mau menjawab pertanyaan bilang saja kepada saya. Kamu juga tidak harus menjawab semuanya kok.” “Oke.” “Sekarang, bagaimana keadaan kamu?” “Biasa saja.” Hingga pertemuan itu berakhir aku hanya menjawab sepotong-sepotong. Jika ada topik yang tidak ingin dibicarakan maka aku akan berkata “Saya tidak mau membahas itu saat ini.” Dan otomatis a Nico akan berganti ke topik lain. Pertemuan selanjutnya berjalan dengan cukup baik. Perlu beberapa minggu agar aku semakin terbuka kepadanya dan menceritakan semua yang telah aku alami selama ini. Bahkan untuk menceritakan kejadian di hari itu yang belum pernah aku ceritakan kepada siapapun sebelumnya. A Nico sama sekali tidak menghakimi atas apa yang telah terjadi kepadaku. Terkadang pertemuan tidak hanya diisi dengan bercerita terus menerus tetapi juga dengan kegiatan lainnya seperti menggambar, mewarnai atau menari mengikuti irama musik. Aku merasa mendapatkan teman baru namun dengan rasa persahabatan yang aku rindukan selama ini. Di akhir pertemuan, a Nico mencoba untuk mendekatkan diriku dengan orang tuaku serta mulai membuka diri kepada mereka. Ajaibnya, cara tersebut berhasil dan membuat hubungan orang tua ku dan aku lebih dekat dari sebelum-sebelumnya. Aku pun tidak menyangka kalau a Nico dan orang tua ku berhasil menghubungkan ku kembali dengan teman-teman lama ku. Mereka terlihat prihatin atas apa yang terjadi pada diriku namun merasa senang karena dapat bertemu kembali denganku setelah sekian lamanya. Pada akhirnya, mereka lah yang membantu ku keluar dari trauma yang ku alami selama ini serta mengenalkan dunia SMA yang selama ini belum aku rasakan. Berkat mereka, aku kembali masuk ke sekolah formal di kelas 11. Aku merasa telah lebih baik dari sebelumnya dimana selain terbebas dari trauma masa lalu, aku menjadi lebih peduli, lebih peka dan tidak lagi mementingkan diri sendiri. Aku dan teman-temanku juga tidak takut untuk membela teman-teman kami yang mengalami perundungan di sekolah. Apa yang harus kamu takuti selama kamu memperjuangkan hal yang benar?

Sunda

Teu terang sabaraha dinten, léngkah kuring karaos beurat pisan. Hésé pisan ngaléngkah ka sakola atanapi anu biasana disebatna "Penjara Pendidikan". Kuring asup ka SMP anu cukup alus pikeun kuring anu asalna ti kota kabupatén. Leres, kuring nuturkeun kulawarga kuring anu kedah ngalih kusabab tuntutan padamelan. Henteu masalah kaayaan kuring. Aranjeunna ngan ukur paduli kana padamelanna sareng jarang ngan ukur ngucapkeun salam ka kuring. Rasana kuring ngan ukur hoyong aya di kamar kuring sadidinten, sabisa-bisa henteu pendak sareng aranjeunna sabab ngan ukur bakal naroskeun peunteun kuring di sakola. Aranjeunna henteu paduli perkawis pakaitna kuring di sakola. Anu aranjeunna ukur hoyong terang nyaéta kamajuan peunteun akademik kuring sareng moal ragu-ragu ngahukum kuring upami aya skor di handap 90. Abdi leres-leres sono ka lingkungan lami kuring dimana seueur réréncangan maénkeun kalayan kuring, guyonan sareng seuri sareng sajabina. Hanjakalna, ampir sadaya réréncangan abdi di SMP kuring anu mangrupikeun pasantrén. Éta panginten henteu tiasa komunikasi sareng kolot atanapi réréncangan kanggo sababaraha waktos. Ngan aya hiji jalma anu ngahubungi. Nanging, nalika kuring nyobian ngahubungi anjeunna anjeunna ngan ukur nyarios anjeunna sibuk sareng henteu tiasa diganggu. Omong kosong. Média sosial na aktip kalayan postingan na ampir unggal dinten. Sigana yén anjeunna ngagaduhan babaturan anyar di lingkungan anu énggal sareng parantos mopohokeun rerencangan anu lami.Padumukan anyar kuring ogé anéh pisan. Unggal-unggal kuring kaluar ti imah anyar kuring, aya tempat sampah dimana-mana. Teu kakantun gerombolan nonoman anu ngariung di ditu di dieu ngajantenkeun jalan sempit langkung sempit. Lengkepan sagala kasangsaraan kuring di tempat anyar ieu. Dinten mimiti sakola karaos lumayan alus. Tapi katingalina sapertos pemicu pikeun dinten payun. Sapertos murid transfer anu sanés, kuring sumping ka sakola sareng mimiti ngenalkeun diri. "Héi sadayana, nami abdi Aldi ti Wardani Middle School. Salam sadayana." "Hai Aldi." Ngajawab satengah kelas. Ukur dua garis payun anu nguping sareng ngucap salam ka kuring. Sésa diantara aranjeunna katingali sibuk pisan di tukang atanapi aya anu neuteup ku raray sinis. "Muhun Aldi, linggih dina korsi kosong di beulah katuhu." Saur guru wali kelas kuring anu, upami teu lepat, disebat Ibu Pita. "Punten, Bu." Korsi sareng méja kuring kosong dina dua sisi. Sigana anu boga bangku hareup henteu aya atanapi anu sanés. Teras, kursus Ibu Pita dimimitian. Deui ngan ukur 2 garis pamimpin anu leres-leres aya bewara sareng catetan. Garis kuring sareng tukangeunna ngan ukur melong ka anjeunna sareng maénkeun telepon sélulér. Bu Pita siga ningali aranjeunna tapi cenderung teu paduli ka aranjeunna sareng neraskeun ngajelaskeun pelajaranana. Pelajaran salajengna nyaéta pelajaran fisika anu diajarkeun ku Ibu Aruna."Barudak, sakumaha anu anjeun janjikeun minggu kamari, dinten ayeuna bakal aya post-test dina matéri anu pamungkas." "Muhun bu, sakanyaho kuring, tésna masih minggu payun. Di sagigireunna, dinten ayeuna aya budak énggal, Bu." Saur hiji budak anu melong kuring sinis. "Pokokna, urang bakal nguji dinten ayeuna kusabab minggu payun urang kedah ngalebetkeun matérial énggal. Oh enya Aldi, anjeun ogé nyandak tés pikeun nguji katerampilan anjeun." Saur Bu Aruna bari ningali papan nama dina baju seragam anyar kuring. Kuring henteu ngagaduhan pilihan anu sanés sareng ngan ukur nyandak tés. Tésna dimimitian ku suasana anu teu pikaresepeun. Sigana mah masih seueur anu galecok sareng ngorong sareng batur sakelasna. Ibu Aruna ngan ukur kagungan waktos kanggo ngawasi anjeunna ti mimiti teras kaluar ti kelas kanggo nyandak telepon. Tes parantos réngsé sareng langsung diparios ku Ibu Aruna sedengkeun kami dipasihan waktos kanggo maca matéri énggal. Nalika réngsé, Ibu Aruna langsung ngabéjaan hasil tés urang masing-masing ku ngembarkeunana di payuneun kelas plus nambihan koméntar pikeun anu ngagaduhan skor handap rata-rata. Cara anu henteu saé saur abdi mah. "Réfa, anjeun kedah diajar deui. Naha anjeun gaduh 50 peunteun?" "Nadya 85, angkat deui." "Bella 78, angkat." "Aldi 100, teraskeun, anaking." "Fani 65, diajar deui." …… Éta dugi nami sadayana barudak parantos disebatkeun. "Anjeun kedah tiasa nyonto Aldi.Anjeunna budak anu nembé lebet ayeuna sareng peunteun na anu pangsaéna. Anjeun anu parantos diajar bahan ieu masih kakurangan. "Saur Bu Aruna." Tong hilap, itung-itung sababaraha bulan anjeun bakal nyanghareupan Ujian Nasional. Anjeun kedah diajar pisan pikeun éta. " Kuring ngan cicingeun melong ka Bu Aruna. Jujur alesan kuring meunang skor sampurna éta kusabab sakola kuring sateuacana parantos ngajarkeun matéri tadi. Ayeuna kuring ngarasa resep kelas éta ningali kuring sinis. Sababaraha dinten saatosna, bangku gigir kuring masih kosong. Sadayana saé dinten éta dugi ka kelas sejarah. "Aldi, mangga baca ayat 1 teras teraskeun sareng Oliv." Kuring mimiti maca "Lain pisan ..." "Aldi, sora anjeun teu acan kadéngé. Coba balikeun deui." Ceuk guru Sejarah Kuring "Palaku sanés anu ..." "Masih teu acan nguping, Aldi." Guru kuring nyarios deui "LAIN PISAN ..." Kuring tungtungna maca satengah ngagorowok sahingga sora kuring tiasa didangu dugi ka akhir kelas. "Awak anjeun ageung tapi kumaha sora anjeun leutik sapertos budak awéwé." Saur guru kuring nalika kuring réngsé maca dibarengan ku seuri hiji kelas. Naha anjeunna kedah nyarios kitu ka kelas? Kumaha upami sora kuring leutik sapertos budak awéwé? Naon hubunganana sareng bentuk awak kuring? Kuring ngaku yén kuring rada beurat teuing. Tapi naha éta kedah aya hubunganana sareng karakter sora kuring?Tétéla, dinten henteu réngsé di dinya. Pangajaran demi sejarah mangrupikeun pelajaran olahraga dimana guru urang nyandak uji coba lari atanapi lari. Kuring parantos nyobian ngajalankeun gancang-gancang kuring sareng meunang katilu ti lima ujug-ujug Bruk! "Aduh, hahahaha!" "Wah, murag ogé atos." Kuring murag kana sirah sareng aranjeunna ngan nyengir sareng seuri kuring tanpa aya anu ngabantosan. "Naha henteu kunanaon, nak?" "K-henteu kunanaon, Pak." "Ati-ati waktos sanés, ok?" "Leres pak, hatur nuhun." Henteu kunanaon. Asa siga kuring ngan ukur hoyong ngubur diri dina widang ieu. "Eh, kumaha tés lumpatna?" "Kuring bodo pisan kuring kadua." "Henteu kunanaon ku mesen. Anu penting waktosna." "Leres. Anu penting henteu murag ahahaha." "Leres, hahaha!" Sorana datang ti tukangeun kuring. Kuring ningali deui mariksa sorana. Ngan aya dua murangkalih anu linggih di tukangeun kuring anu ngobrol "Eh, saatos pelajaran naon?" "Matematika, leres? Naha anjeun parantos bérés tugas?" "Teu acan, sakedik deui." Kuring ogé ningali ka katuhu sareng kénca tapi aya deui jalma anu maénkeun dina hapé. Janten kuring wangsul deui kana posisi aslina "Ih, anjeunna katingali." "Tsk, naon anu anjeun milari." "Mirip pisan sareng ... éta." "Leres, mirip pisan." ……… Dinten Senen, abdi angkat ka sakola sapertos biasa.Kuring nyobian ngamimitian mopohokeun naon anu lumangsung dina dinten-dinten sateuacanna. Terus-terusan, kuring leumpang nuju gerbang sakola kalayan rada reuwas. Gerbang sakola parantos ditutup ketat dina kaayaan anu sepi pisan. "Putra, nuju naon ka sakola?" tanya satpam sakola ku éksprési anu bingung pisan. "Hah? Sakola téh pak. " "Kumaha damang? Dinten ayeuna nuju sakola. Guru-guru rapatna ngadadak. Leres, kamari kamari kuring diwartosan. " "Punten, Pak, punten teu terang pisan, Pak." "Ari anjeun kelas naon? Sigana mah kuring henteu kantos ningali. " "Abdi kelas 9 pak tapi nembé ngalih minggu kamari." "Oh, leres éta. Balik waé ka imah kusabab sakola tos pareum. " "Siap pak, hatur nuhun." Aneh. Teu aya anu masihan inpormasi éta pisan dina grup obrolan kelas. Tapi sigana mah kuring henteu ngan ukur sapertos kitu. Aya ogé budak awéwé anu dikawal ku indungna, anu datang ka sakola dinten éta sapertos kuring. Budak langsung balik ka imah sareng indungna basa anjeunna terang yén sakola ditutup. Samentawis éta kuring kedah ngontak supir kuring anu parantos balik ka bumi sareng ngantosan lami sabab jarak antara bumi sareng sakola kuring rada jauh. Saatos dugi ka bumi, aya bewara ngeunaan sakola ditutup. Éta raos pisan ganjil kusabab kuring hiji-hijina anu henteu kéngingkeun inpo na.Tina réaksina, tiasa ditingali yén aranjeunna parantos terang inpormasi ieu sateuacanna. Isukna, kuring balik deui ka sakola sareng mimiti naroskeun patarosan ieu ka presiden kelas kuring anu calik di juru katuhu tukang. Upami teu lepat namina Rendy "Ih, kamari urang gaduh liburan, leres Ren? Naha teu aya anu ngawartosan kuring? " "Kunaon? Henteu kadéngéna siga kitu. " "Kamari urang angkat, kumaha teu aya inpormasi, hah?" "Aya, tingali waé kana kelompok kelas." Walerna pondok "Leres, tapi ceuk kuring mah kasép teuing. Abdi kamari sumping ka sakola. " "Géz, saleresna anjeun henteu ningali kelompokna, hah? Waktos salajengna, tingali éta atanapi naroskeun. Parantos enya, Bu Pita parantos sumping. " Anjeunna ngawaler pondok dina waktos anu sami Bu Pita lebet ka kelas. Dina pamanggih kuring sigana mah anjeunna nuju nutupan hal. Henteu lami saatos Bu Pita lebet, indungna sumping anu nganteurkeun budak awéwé kamari ka kelas kuring sareng kepala sakola. Kuring leres-leres murid pindah anyar tapi kuring terang yén bapa mangrupikeun poko sakola kuring. "Punten bu, hapunten abdi kasép." "Henteu kunanaon bu, janten urang badé nyarios ayeuna?" "Leres bu." "Oh muhun, murangkalih, antosan sakedap, OKÉ?" Bu Pita kaluar ti kelas nuturkeun indung sareng kepala sakola. “Éta indung Fia, leres?Naon anu anjeun lakukeun? " "Leres, lumrah, sabab Fia teu saminggu teu sakola di sakola." "Barudak, sobat urang Fia tétéla kedah robih sakola kusabab anjeunna nuturkeun kapindahan kulawargana." Kitu saur Bu Pita saatos uih deui ka kelas "Saé upami ngalih." "Éra sanaos éta cocog sareng Aldi dina bangku anu sami." "Nutupan pamandangan babarengan, hahaha." Réspon pikeun mindahkeun budakna anéh, saolah-olah anjeunna jalma anu paling dipikagaduh kelas. Abdi hoyong pisan naros tapi sigana aranjeunna bakal ngaregepkeun kuring sapertos tadi. "Muhun murangkalih, kanggo dinten ayeuna urang bakal gaduh tugas kelompok. Kuring parantos nyiptakeun grup pikeun grup, punten ngeusian kelompok masing-masing. " "Punten, Bu!" Kuring ningali susunan kelompok di payuneun kelas, tétéla kuring mangrupikeun grup sareng pamimpin kelas sareng sababaraha réréncangan anu lungguh sareng kuring. Kuring langsung ngagabung sareng aranjeunna. "Héy, pindahkeun sakedik, sempit." ceuk Avi anu calik di gigir kuring "Aldi, tong calik di dinya, éta tempat Rendy." "Oh muhun .. Punten leres." "Janten kunaon ieu proyek?" "Urang badé latihan éta énjing saatos sakola, muhun?" "Eh punten abdi henteu-" "Janten anjeun ngan ukur ngadamel laporan.Gampang? " "Leres, upami Aldi gampang, hah?" "Muhun, janten énjing urang latihan. Pikeun anjeun anu henteu tiasa ngadamel laporan sareng presentasi énjing. " "Oké." "OKÉ." "Eh, saha anu ngadamel laporan?" "Barudak, pikeun pelajaran, anjeun kedah di dieu heula. Laksanakeun padamelan anu leres. " "Muhun bu, hatur nuhun bu." Deui aranjeunna henteu malire kuring. Mudah-mudahan kuring tiasa ngiringan lab di énjing janten teu kedah nyandak bagian dina presentasi. Isukna saatos sakola, kuring nuturkeun babaturan kuring pikeun digawé kelompok. Kuring ngamimitian nyiapkeun bahan-bahan anu dibutuhkeun bari anu sanés angkat mésér snacks sareng maénkeun kaulinan sasarengan. "Hayu urang mimitian latihan." "Antosan sakedap, antosan heula anu sanés." "Jam sabaraha pasti? Abdi henteu tiasa lami-lami. " "Nya, upami teu tiasa waé ka bumi. Kami ngan saukur kedah ngadamel laporan kalayan presentasi. " Kuring ngan ukur nurut sareng ngantosan. Sakitar tilu puluh menit saatosna, aranjeunna siap kecuali Aji anu teu tiasa sumping. Prakték kelompok dimimitian dina henteuna Aji. Jam jam salapan sonten. Abdi badé bérés ngalaporkeun kuring nalika aya telepon asup ti Aji. Kriiing! "Halo?" "Aldi, abdi parantos ngintun file presentasi, muhun?" "Ieu ieu?Kunaon file na hésé dibuka hah? " "Anjeun tiasa. Leres, énjing, tong hilap nampilkeun presentasi anjeun. " Tut! Akhirna file na tiasa dibuka. Nanging, eusi matéri na pondok pisan sareng ampir teu aya anu tiasa ditepikeun. Teu bisa dihindari kuring tungtungna ngarobah ampir kabéh eusi file pikeun ngajaga nilai grup urang aman. Kuring parantos nyobian ngahubungi réréncangan anu sanés tapi teu aya anu némbalan pisan. Jujur kuring rada kesel ka Aji sabab anjeunna boro-boro ngalakukeun nanaon sareng ayeuna kuring kedah bobo ngalakukeun tugas presentasi. "Punten kelompok 3 payun kanggo presentasi." Aji sareng kuring mimiti ngadamel presentasi. Deui, ngan kuring anu nampilkeunana. Aji katingali bingung ku bahan anu dibawa, anu ngajantenkeun Bu Pita curiga. "Kelompok 3, Aji damel?" "Leres bu, anjeunna ngadamel presentasi." Rendy ngajawab "Upami anjeunna ngadamel presentasi naha anjeunna henteu tiasa ngajawab patarosan? Aldi, naha leres Aji damel? " Kuring ogé nyaritakeun Bu Pita anu leres ngeunaan naon anu saleresna kajantenan. "Aji, éta nami anjeun pikeun masrahkeun tugas ka Aldi. Indung bakal ngirangan nilai kelompok tilu sareng anjeun kedah ngulang deui presentasi ieu. " "Tapi ibu .." “Entong nawar deui. Indung parantos masihan kasempetan!Abdi ngantosan presentasi anjeun énjing. " Bu Pita ngajawab ku nada anu cukup seukeut. "Punten Bu." Kuring reuwas skor kelompok kuring kudu diteukteuk. Sanaos kuring leres-leres ngusahakeun anu pangpentingna dina latihan sareng ngadamel presentasi kelompok. Hasil tina presentasi grup kuring ogé katingalina langkung saé tibatan grup séjén. “Aldi! Naha anjeun nyarioskeun sadayana ka Bu Pita? Kamari parantos presentasi! ” "Leres, anjeun henteu kedah nyarios. Tingali, peunteun kami nuju diteukteuk. " "Kuring henteu hoyong terang intina nyaéta ieu kalepatan anjeun. Aldi. " Abdi ngan cicingeun. Jujur, kuring henteu terang naon anu kedah dilakukeun sabab naon anu kajantenan ka Avi sapertos kitu. Abdi ogé henteu tiasa ngabohong ka Bu Pita. Kuring ogé ngaraos kacilakaan sabab kuring kedah nutupan padamelan Aji sareng nilai anu kedah dipotong. Saatos kajadian ieu, sakumna kelas siga anu kuring henteu aya. Diaganggu ku Aji anu siga anu dendam ka kuring ku ngalebetkeun lambaran curang kana celah méja nalika tés. Sareng aranjeunna anu ngangsonan guru pikeun ngalakukeun razia nalika tés ku cara nyada siga aya anu ngagunakeun telepon sélulér nalika tés. Telepon sélulér henteu kapendak, sadayana anu palsu aya dina méja kuring."Ieu milik anjeun, Aldi?" "Sanés Bu, kuring ogé henteu terang kunaon éta aya." "Anjeun ngabohong. Sajauh ieu, anjeun nipu, leres? " nuduh Aji "Aldi, ayeuna anjeun angkat ka ruang kontrol." Tangtosna mimitina teu saurang ogé yakin yén ieu sanés kuring. Untungna, sateuacan kolot kuring ditelepon, kuring nyungkeun bantosan pikeun mariksa kelas cctv sareng pastina cukup yén sanés kuring anu ngalakukeun kalakuan éta. Rencana pamales kanyeri anu gagal, ditambah sareng masalah-masalahna anu sateuacana, ngajantenkeun aranjeunna langkung ambek sareng mimiti nyindiran kuring. Naon waé anu aranjeunna lakukeun pikeun ngajantenkeun kuring kaganggu kecuali ngalakukeun kekerasan sapertos gelut anu tiasa diawasi kelas cctv. Tangtosna, henteu sadaya jalma pipilueun. Anu sanésna ngan ukur melong ka kuring sareng nutupkeun biwirna siga henteu aya kajadian supados teu kaganggu sapertos kuring. Aranjeunna sieun teuing ngan ukur nangtung pikeun kuring. Kuring pikir anu tungtungna, aranjeunna mimiti resep naon anu lumangsung ka kuring. Kuring ogé ngan ukur mikir yén teu aya anu kajantenan sorangan sanajan kuring saleresna tetep mikir Naha ieu sadayana kajantenan kuring? Kusabab kuring kedah langkung unggul tibatan aranjeunna? Kusabab kuring gaduh sora leutik sapertos budak awéwé? Kusabab awakna ageung sareng raheut abdi? Kusabab kuring henteu tiasa bohong di payuneun guru? Naon anu kedah abdi lakukeun?Maju keneh sareng babaturan sakelas kuring anu teu katingali? Leungit ti kelas? Sadaya patarosan tetep datang sapertos lagu disada dina sirah. Dinten-dinten ieu teras-terasan laun. Ujian Nasional langkung caket tapi anu kuring tingali masih seueur réréncangan anu santai sareng teu paduli ngeunaan ujian. Aranjeunna beuki parah. Nalika kuring ngangkat leungeun pikeun ngajawab patarosan, aranjeunna bakal nyarios "Dasar milari perhatian." Atanapi nalika kelas gim dimimitian, aranjeunna bakal pura-pura ragrag di payuneun kuring sareng ngaluarkeun sora murag anu ngaganggu sareng kaleuleuwihi. Teu jarang aranjeunna kutuk kuring ku nyebut ngaran sato anu mirip sareng kuring. Kuring parantos nyobian sababaraha kali pikeun ngawadul ngeunaan ieu ka guru anu sigana prihatin sareng sénsitip ngeunaan masalah ieu. Tapi éta sadayana sami, aranjeunna ngan ukur nyarios; "Ah, aranjeunna ngan ukur olohok. Entong serius. Anjeun kedah langkung ngiringan sareng babaturan di kelas. " Murid anu ngalaman ieu pastina sanés ngan ukur kuring. Tangtosna, sajaba ti murid anu premanisme, sigana guru urang anu kuring anggap rada sénsitip teu paduli kana masalah ieu.Henteu gunana pikeun sakola ieu masang spanduk ageung kalayan kecap 'ZONA ANTI BULLYING'. Akhirna, anu terang yén kuring ngalaporkeun ka guruna langsung nyebut kuring 'Nu Ngadu'a'. Éta sanés ngan ukur kecap anu ngirut yén aranjeunna nyiduh. Kadang-kadang aranjeunna miceun kertas nalika aranjeunna bosen di kelas, ngahaja nincak kantong kuring sareng hal-hal sanés anu kuring henteu tiasa bébéja ka dieu. Puncak lumangsung dina dinten éta. Dina waktos éta kuring nuju leumpang angkat ka tempat anu biasa ngantosan supir. Nalika kuring ngalangkung gang disisi sakola, ngahaja kuring ningali Rendy sareng Aji anu nuju ngaroko didinya. Kuring ngan ukur ningali sababaraha aranjeunna sareng teu paduli naon anu dilakukeun. Barina ogé, kuring parantos ngagaduhan seueur masalah. Kanggo naon atuh nambihan masalah énggal. Isukna, aranjeunna dipanggil ka kantor kepala sekolah ngeunaan kasus éta kusabab tétéla henteu ngan kuring ningali kajadian éta tapi ogé satpam sakola anu teras nyandak gambarna. Tapi saatos pelajaran réngsé, aranjeunna najong méja di payuneun kuring sareng néwak hem baju seragam abdi. "Anjeun nyarios leres? Entong pura-pura teu terang! " "Anjeun wani? Naha anjeun caket sareng guru? " "Sajauh ieu kami masih sabar sareng anjeun. Buka ayeuna hah? " "Janten dulur sapertos budak awéwé. Maju ka dieu !! " Gebug! Duk!Éta anu kuring émut kajantenan atanapi langkung leres éta anu tiasa kuring carioskeun dina waktos ayeuna. Pondokna, saatos éta kuring dibawa kana tandu samentawis kalayan baju seragam sakola kuring dibantingkeun di ditu di dieu sareng lebam dina awak kuring. Sadayana panon aya ka kuring dina waktos éta sareng teu tiasa nanaon dugi ka akhirna pagawé sakola lulus kelas kuring sareng ngalaporkeun éta. Bapa sareng indung sumping pas dina dinten éta sareng henteu nampi perlakuan sobat ka kuring. Aranjeunna hoyong nyandak masalah ieu kana ranah hukum. Tapi saatos diskusi panjang, aranjeunna sapuk pikeun nyabut dua murangkalih sareng mayar biaya médis kuring. Tatu dina awak kuring henteu parah teuing, ngan ukur saminggu nyageurkeun. Tapi tatu anu aya di jero na siga anu henteu tiasa diubaran. Kuring sieun yén kuring kedah ningali aranjeunna deui. Kuring kasieunan yén kuring kedah balik deui ka sakola éta. Siga aya seueur panon anu melong ka kuring sareng karunya ka kuring anu kajantenan. Kuring sieun lamun aya anu nyebatkeun nami sakola kuring atanapi kuring lulus sakola maka masalah ieu aya dina pipikiran kuring. Saprak dinten éta, kuring henteu kantos uih deui ka ditu. Abdi ujian nasional sareng kéngingkeun predikat skor pangsaéna sapertos anu dipikahoyong ku kolot kuring sanaos kuring henteu pernah ngiringan acara wisuda atanapi perpisahan. Abdi nyalira, ngonci diri di kamar nalika lulus ti SMP dugi ka SMA.Henteu aya rerencangan anu paduli, panginten aranjeunna ayeuna henteu tiasa mikawanoh kuring. Awak kuring ayeuna siga anu kaserep ku hiji hal, sora kuring beuki serak sareng ampir teu kadéngé. SMU badé ngamimitian. Kuring ngan ukur tiasa nyungkeun ka kuring ka sakola di homeschool supados kuring henteu kedah nyéépkeun waktos abdi di sakola sareng jalma sanés sapertos biasana. Kolot kuring pikeun anu munggaran hariwang ngeunaan kaayaan anu kajantenan kuring pikeun anu munggaran ogé henteu maksa kuring pikeun ngahontal skor anu pangluhurna. Hanjakalna, aranjeunna tetep henteu tiasa ngantunkeun padamelanna. Sabalikna, aranjeunna nyéwa psikolog anu namina Nico pikeun ngiringan kuring sareng ngawartosan kumaha kuring dugi ka ngarep yén kuring tiasa balik deui ka normal. Abdi henteu terang naon anu kedah dilakukeun sareng éta. Naha leres anjeunna tiasa ngabantosan ngungkulan sagala rupa anu kuring pernah ngalaman? Naha éta anjeunna bakal datang pikeun ngawaskeunana? Rapat anu pangheulana pikasieuneun. Anjeunna gaduh penampilan anu sami sareng salah sahiji babaturan sakelasna, anu ngajantenkeun kuring henteu percanten ka anjeunna. Rapat anu munggaran kuring ngan cicingeun siga anjeunna henteu nguping patarosan anu ditaroskeun ka kuring. Suasana neraskeun kana sababaraha rapat anu sanés. Tapi ningali anjeunna anu henteu nyerah ngan nyobian nyarios damel kuring ngarasa kasieun ka anjeunna sareng mimiti nurut kana omonganana.“Aldi, upami anjeun teu kersa ngajawab patarosan punten wartoskeun ka kuring. Anjeun ogé henteu kedah ngajawab sadayana. " "Oké." "Ayeuna, kumaha damang?" "Biasa." Dugi ka rapat réngsé kuring ngan ukur némbalan potongan-potongan. Upami aya topik anu anjeun henteu badé diajak maka kuring bakal nyarios "Kuring henteu hoyong ngabahas éta dina waktos ayeuna." Sareng sacara otomatis Nico bakal robih kana topik anu sanés. Rapat salajengna janten lumayan saé. Butuh waktu kuring sababaraha minggu pikeun kuring pikeun muka anjeunna langkung seueur sareng ngawartosan anjeunna sadayana anu kajantenan dugi ka ayeuna. Malah pikeun nyaritakeun kajadian dina poé éta kuring henteu kantos ngawartosan sasaha sateuacanna. A Nico henteu nangtoskeun naon anu kajantenan kuring pisan. Kadang-kadang rapat henteu ngan ukur dieusian ku cariosan anu teras-terasan tapi ogé sareng kagiatan sanésna sapertos ngagambar, ngawarnaan atanapi nari kalayan wirahma musikna. Kuring ngarasa resep nyieun babaturan anyar tapi ku rasa sosobatan anu kuring sono sapanjang ieu. Dina akhir rapat, saurang Nico nyobian langkung caket ka sepuh kuring sareng mimiti kabuka pikeun aranjeunna. Ajaibna, cara ieu jalan sareng ngajantenkeun hubungan antara kolot kuring sareng kuring langkung caket ti kantos. Teu nyangka yén Nico sareng kolot kuring tiasa nyambungkeun deui kuring sareng rerencangan baheula.Aranjeunna siga anu paduli kana naon anu kajantenan kuring tapi resep ningali kuring deui saatos ieu. Tungtungna, aranjeunna anu ngabantosan kuring kaluar tina trauma anu kuring kantos alami dugi ka ayeuna sareng ngenalkeun kuring ka dunya SMA anu kuring henteu kantos ngaraos jauh. Hatur nuhun ka aranjeunna, kuring balik deui ka sakola formal di kelas 11. Kuring ngaraos langkung saé tibatan sateuacan dimana salian ti bébas tina trauma anu kapungkur, kuring parantos langkung paduli, langkung peka sareng kirang egois. Abdi sareng réréncangan ogé henteu kasieunan nangtung pikeun babaturan urang anu dibuli di sakola. Naon anu anjeun kedah sieun salami anjeun merjuangkeun hal anu leres?

TerjemahanSunda.com | Bagaimana cara menggunakan terjemahan teks Indonesia-Sunda?

Semua terjemahan yang dibuat di dalam TerjemahanSunda.com disimpan ke dalam database. Data-data yang telah direkam di dalam database akan diposting di situs web secara terbuka dan anonim. Oleh sebab itu, kami mengingatkan Anda untuk tidak memasukkan informasi dan data pribadi ke dalam system translasi terjemahansunda.com. anda dapat menemukan Konten yang berupa bahasa gaul, kata-kata tidak senonoh, hal-hal berbau seks, dan hal serupa lainnya di dalam system translasi yang disebabkan oleh riwayat translasi dari pengguna lainnya. Dikarenakan hasil terjemahan yang dibuat oleh system translasi terjemahansunda.com bisa jadi tidak sesuai pada beberapa orang dari segala usia dan pandangan Kami menyarankan agar Anda tidak menggunakan situs web kami dalam situasi yang tidak nyaman. Jika pada saat anda melakukan penerjemahan Anda menemukan isi terjemahan Anda termasuk kedalam hak cipta, atau bersifat penghinaan, maupun sesuatu yang bersifat serupa, Anda dapat menghubungi kami di →"Kontak"


Kebijakan Privasi

Vendor pihak ketiga, termasuk Google, menggunakan cookie untuk menayangkan iklan berdasarkan kunjungan sebelumnya yang dilakukan pengguna ke situs web Anda atau situs web lain. Penggunaan cookie iklan oleh Google memungkinkan Google dan mitranya untuk menayangkan iklan kepada pengguna Anda berdasarkan kunjungan mereka ke situs Anda dan/atau situs lain di Internet. Pengguna dapat menyisih dari iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi Setelan Iklan. (Atau, Anda dapat mengarahkan pengguna untuk menyisih dari penggunaan cookie vendor pihak ketiga untuk iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi www.aboutads.info.)